Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri (Menlu-RI) Hassan Wirajuda, Selasa, mengatakan penandatanganan kerjasama keamanan antara Pemerintah Indonesia dan Australia --Perjanjian Lombok-- setidaknya akan menghapus kecurigaan yang selama ini mengganggu hubungan bilateral kedua negara."Perjanjian itu setidaknya akan menghilangkan kecurigaan, diharapkan hubungan yang pasang surut antara kedua negara dapat selesai di sini karena mudah sekali hubungan bilateral Indonesia-Australia terpengaruh oleh masalah-masalah yang agak situasional," katanya saat ditemui menjelang keberangkatannya ke Vietnam untuk menghadiri pertemuan Forum Kerjasama Asia-Pasifik (APEC) di Hanoi.Oleh karena tidak seorangpun dapat meramalkan usia pemerintahan seseorang di kedua negara, maka Perjanjian Lombok dapat menjadi suatu kesepakatan mengikat yang akan menjembatani hubungan kedua negara di masa mendatang, katanya. Saat ditanya mengenai komentar sejumlah media di Australia yang menyebutkan bahwa Perjanjian Lombok sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun bagi Australia, Menlu mengatakan perjanjian tersebut akan memungkinkan pemerintahan kedua negara untuk mengelola potensi konflik menjadi suatu kerjasama. "Sama dengan saat kita menandatangani perjanjian mengenai pendatang gelap pasca peristiwa transitnya kapal-kapal berisi pendatang asal Afganistan dan Irak di perairan Indonesia sebelum memasuki Australia," ujarnya. Perjanjian Lombok, lanjut Menlu, dapat dijadikan model dalam hubungan dengan negara tetangga yang lain. "Saya lihat kerjasama di ASEAN pun sifatnya masih sporadik," katanya, seraya mengatakan konsep Perjanjian Lombok merupakan yang pertama kali. Mengenai kapan Perjanjian Lombok akan diratifikasi oleh DPR sehingga secara resmi bisa menjadi peraturan yang memiliki kekuatan hukum di Indonesia, ia mengatakan proses itu akan tergantung pada DPR. Ditemui di sela-sela penandatanganan Perjanjian Lombok, Senin (13/11), anggota Komisi I DPR-RI Djoko Susilo mengungkapkan keraguannya mengenai penerapan perjanjian itu. "DPR tidak masalahkan ratifikasi, konsep perjanjian bagus tapi kita selalu punya masalah dengan implementasi," ujarnya. Perjanjian yang terdiri dari 10 pasal itu mengatur bahwa setiap perselisihan yang timbul karena penafsiran pelaksanaan akan diselesaikan secara bersahabat melalui konsultasi bersama atau perundingan. Kerangka kerjasama keamanan mengikuti beberapa prinsip utama guna memperkuat hubungan kerjasama bilateral RI-Australia seperti penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah, tidak campur tangan urusan dalam negeri, tidak mendukung gerakan separatisme dan tidak akan menjadikan wilayahnya sebagai basis gerakan separatisme. Menurut Menlu Hassan, perjanjian kerangka kerjasama keamanan tersebut dilatarbelakangi oleh keperluan Indonesia memasukkan jaminan pengakuan Australia atas kedaulatan RI ke dalam suatu kerangka perjanjian. Demikian juga terhadap pernyataan tidak mendukung gerakan-gerakan separatis di Indonesia.Indonesia dan Australia pada awal 2006 sepakat untuk membangun kerangka kerjasama keamanan bersama di wilayah kedua negara. Namun, upaya tersebut sempat terganggu ketika terjadi ketegangan hubungan bilateral RI-Australia akibat kebijakan Canberra memberi visa sementara kepada 42 pencari suaka asal Papua. Pemerintah Indonesia saat itu memprotes keras sikap Australia dengan menarik pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia.Mengenai isu perdagangan nuklir yang tertuang dalam kesepakatan itu, Menlu mengatakan Perjanjian Lombok tidak memuat klausul mengenai perjanjian jual-beli uranium sebagaimana yang dicemaskan para aktivis lingkungan Indonesia.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006