Bandung (ANTARA News) - Perkara dugaan praktik pencucian uang yang menyeret Kepala Bagian Umum Bank Lippo Kanwil Jabar, Moch Amien Marza Zaldi, sebagai terdakwa, tidak terdeteksi secara dini, karena saksi Komisaris PT GMC (money changer) Yeni S tidak melapor ke Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). "Saya tidak merasa curiga dengan transaksi penukaran valas yang dilakukan terdakwa yang rata-rata lebih dari Rp500 juta, sehingga saya tidak melaporkannya ke PPATK, apalagi perusahaan kami dengan terdakwa sama-sama sebagai perusahaan jasa keuangan (PJK)," kata saksi Yeni dalam persidangan perkara dugaan praktek pencucian uang di Pengadilan Negeri Bandung, di Bandung, Selasa. Di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim ketua Rokayah SH, saksi membeberkan, pihaknya melakukan transaksi jual beli valas atas perintah terdakwa melalui telepon sebanyak empat kali dengan nilai mencapai miliaran rupiah. "Transaksi jual beli valas itu dilakukan antar rekening, yakni rekening saya dengan rekening terdakwa yang berada di BCA kemudian ditransfer ke rekening yang ada di Bank Lippo. Adapun uang yang ditukar rupiah itu selain dollar juga Euro," katanya. Ketika ditanya jaksa penuntut umum Syahrudin Prabu SH mengenai saksi tidak melapor ke PPATK meskipun undang undangnya sudah ada, saksi mengatakan, pihaknya sudah tahu undang undang itu, namun karena masih tahap sosialisasi, jadi tidak melapor. Menurut jaksa, transaksi jual beli valas yang dilakukan terdakwa dengan saksi diantaranya, yakni pada tanggal 17 Mei 2004 sebanyak 160 ribu dolar AS, Tanggal 26 Mei 2004 sejumlah 20 ribu dolar AS dan pada 15 Juni 2004 sebanyak 36 ribu dolar AS. Sementara itu, atas pernyataan penasehat hukum terdakwa, Singap Pandjaitan SH mengenai keberanian saksi melakukan transaksi jual beli valas dengan terdakwa hanya per telepon, saksi mengatakan, sebelumnya saksi sempat bertemu dengan terdakwa kemudian selanjutnya terdakwa melakukan transaksi hanya per telepon karena lebih mengutamakan sisi bisnis. "Saya memang hanya beberapa kali bertemu dengan terdakwa, namun selanjutnya kami percaya ketika terdakwa melakukan transaksi jual beli valas hanya melalui telepon. Pada dasarnya kami saling percaya dan lebih mengutamakan sisi bisnis," ujar saksi. Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa Kepala Bagian Umum Bank Lippo Kanwil Jabar, Moch Amien Marza Zaldi, diancam pidana pasal 263 ayat (1) jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 64 KUH-Pidana, pasal 49 ayat 1 sub a UU No 10/1998, pasal 3 ayat 1 sub a UU No 25/2003 tentang Pidana Pencucian Uang. Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahrudin Prabu SH, terdakwa telah memalsukan bilyet deposito berjangka Bank Lippo dengan total nilai Rp100 miliar. Bilyet deposito palsu tersebut diserahkan terdakwa kepada Hernadi R Sudjono dari Yayasan Damandiri sekitar bulan Mei 2004. Untuk meyakinkan pihak Yayasan Damandiri, terdakwa mengirimkan surat palsu itu seolah-olah dikirim oleh Bank Lippo Kanwil Jabar yang dibubuhi tanda tangan terdakwa perihal verifikasi deposito dan permohonan perpanjangan waktu deposito.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006