"Kolom agama itu pasti ada karena sudah ada di Undang-undang (Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan). Tidak ada niat kami untuk menghapus itu," kata Tjahjo usai Rapat Kerja dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Kampus IPDN Cilandak, Jakarta Selatan, Senin.
Dia menjelaskan bahwa kebijakan pengosongan kolom agama tersebut diberlakukan oleh warga Negara Indonesia yang menganut aliran kepercayaan non-agama resmi, karena selama ini mereka "dipaksa" menuliskan satu dari enam agama resmi Pemerintah di KTP.
Akibat paksaaan bagi penganut kepercayaan atau keyakinana untuk mengisi kolom agama di KTP, Tjahjo mengatakan, banyak warga yang memilih untuk tidak memiliki KTP.
Sehingga, hal tersebut menghambat kegiatan pencatatan kependudukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kemendagri.
"Saya mendapat laporan bahwa ada warga di daerah menolak membuat KTP karena harus ditulis Islam, Kristen, Buddha, Hindu, atau Khonghucu. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya agama dalam artian penganut kepercayaan, bagaimana mereka mau dapat E-KTP kalau mereka tidak bisa menuliskan keyakinan mereka," jelas politikus PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Rohaniwan sekaligus Sekretaris Dewan Nasional Setara Benny Susetyo, Pr mengatakan sebaiknya Pemerintah menghapus kolom agama di E-KTP supaya ada kesetaraan dalam kehidupan bergama.
"Lebih baik kolom agama dihapus, agar ada kesetaraan dalam kehidupan beragama. Selama ini secara konstitusi sudah jelas mengakui agama dan kepercayaan, mereka (penganut kepercayaan) juga terlibat dalam penyusunan konstitusi," kata Romo Benny.
Namun, untuk menghapus kolom agama pada KTP-el perlu dilakukan revisi atau perubahan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Demikian halnya menuliskan keyakinan atau kepercayaan di kolom agama E-KTP.
Oleh karena itu, Mendagri akan segera berkoordinasi dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin terkait hal tersebut.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014