Jakarta (ANTARA News) - Sutradara film dokumenter Joshua Oppenheimer menghadirkan realitas penyintas dan keluarga korban pembantaian massal tahun 1965 di Sumatera Utara lewat film "Senyap" (The Look of Silence).
Dalam film barunya, pembuat film "Jagal" (The Act of Killing) itu mengisahkan keluarga Adi Rukun yang mengetahui bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa yang membunuhnya.
Sebagai adik bungsu, Adi bertekad untuk memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban, dan kemudian mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya.
Lewat film dokumenternya yang baru, Oppenheimer ingin menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa lari dari masa lalu.
"Kita selalu dengar dari orang-orang biarkan masa lalu jadi masa lalu. Itu tidak benar. Masa lalu belum bisa berlalu kalau itu masih jadi ancaman. Kita tak bisa lari dari sejarah, sejarah selalu akan lari lebih cepat dari kita," kata Oppenheimer melalui Skype dalam konferensi pers pemutaran film "Senyap" di Jakarta, Senin.
"Kita tetap akan dihantui sejarah kecuali kalau kita menghadapinya dan mengakui bahwa yang salah adalah salah dan yang benar adalah benar," katanya.
Menurut Oppenheimer, Indonesia perlu melakukan rekonsiliasi untuk menghadapi masa lalu.
"Apa yang dibutuhkan Indonesia bukanlah proses identifikasi siapa yang berpartisipasi dalam pelanggaran HAM tapi yang paling penting adalah pengakuan atas kebenaran dan rekonsiliasi," katanya.
Dia berharap pemutaran film "Senyap" bisa mendorong upaya penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada masa lalu, termasuk saat Tragedi 1965, dan komitmen untuk menghapus semua bentuk impunitas.
"Mudah-mudahan film ini mampu mempercepat upaya-upaya itu, dan yang paling penting mari dukung Presiden baru kalau dia ingin menyelesaikan masalah HAM supaya pemerintah Indonesia secara resmi mengakui apa yang terjadi dan meminta maaf dan memulai prosea rekonsiliasi," katanya.
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014