Bandarlampung, (ANTARA News) - Kawanan gajah liar "Davit Cang" yang dalam beberapa bulan terakhir sering keluar hutan, bahkan kerap mengamuk yang telah menewaskan beberapa warga di sekitar hutan Kabupaten Tanggamus-Lampung, akan diupayakan dipasangi alat pelacak sinyal satelit agar pergerakannya bisa terpantau. Informasi yang diperoleh ANTARA Bandarlampung, Selasa (14/11) dari Tim Penanggulangan Gangguan Gajah Liar Provinsi Lampung yang hingga kini terus memantau aktivitas kawanan gajah liar "Davit Cang" itu di Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat, membenarkan rencana mereka untuk dapat memasang alat pelacak sinyal di tubuh kawanan gajah tersebut. Namun untuk memasang alat itu, gajah yang menjadi pemimpin kawanan tadi --oleh warga setempat dijuluki Davit Pincang (Davit Cang) karena salah satu kakinya pincang-- masih harus dibius lebih dulu. "Belum jelas kapan pembiusan akan dilakukan, tapi kami sampai sekarang masih terus mengikuti pergerakan kawasan gajah liar Davit Cang itu," kata salah satu anggota Tim Penanggulangan Gangguan Gajah Liar Lampung, Joko Santoso pula. Diharapkan dengan dipasangi alat pelacak yang dapat dipantau melalui peralatan lewat gelombang satelit itu, selanjutnya aktivitas gajah liar yang sempat menimbulkan keresahan karena sering masuk kampung dan kebun warga di sekitar hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat itu dapat terus terdeteksi keberadaannya. "Semua pihak bisa cepat mengambil langkah antisipasi yang diperlukan, kalau pergerakan gajah liar tadi dapat diketahui sejak awal," kata Joko lagi. Anggota Tim itu sampai saat ini, terus berusaha menggiring kawanan "Davit Cang" agar bisa kembali masuk ke kawasan hutan TNBBS dan tidak lagi "nongkrong" atau "menduduki" kebun dan permukiman penduduk di sekitar hutan TNBBS yang mereka jelajahi. Kawanan gajah liar "Davit Cang" itu dikenal oleh warga yang petugas cukup "mobile" sehingga terus bergerak dengan daya jelajah yang tinggi. kawanan gajah liar itu pun dikenal galak, sehingga tak jarang warga atau petugas yang berada di dekatnya akan dikejar. "Kami juga mesti berhati-hati memperlakukannya agar tidak sampai mencelakai hewan yang dilindungi tersebut. Tapi kami juga harus dapat berupaya mencegah kerusakan kebun dan rumah penduduk yang lebih parah termasuk ancaman jatuh korban lagi, sehingga masih terus memantau pergerakannya," demikian Joko Santoso yang juga mantan Direktur Eksekutif LSM Watala Lampung itu pula.(*)
Copyright © ANTARA 2006