"Indonesia memang bukan negara agama, tapi agama di Indonesia adalah landasan dan menjadi fundamental yang dicetuskan para pendiri bangsa pada Pancasila, sila pertama," kata Jazuli di Jakarta, Jumat.
Pemikiran dalam membuat Pancasila sebagai dasar negara, kata dia, bukanlah suatu kebetulan tapi memerlukan pertimbangan yang panjang dan membutuhkan tenaga dalam mencetuskan sila pertama bagi umat beragama.
Lebih jauh Jazuli menjelaskan, bila kolom agama dihapus maka bukan saja agama Islam saja yang tersakiti tapi pemilik agama lain.
"Itu terkait status kematian dan ikatan perkawinan, bagaimana kalau agama tidak ada? Tentu itu bisa dijadikan orang menipu dan memanipulasi status," katanya.
Menurut dia, ketika kolom agama dihapus maka ada diskriminasi. Oleh karena itu, semua agama mesti diakui dan dicantumkan dalam kolom agama di KTP.
Ia mencontohkan, dulu Konghucu juga tidak diakui sebagai agama, namun pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Khonghucu diakui sebagai agama.
Legislator lainnya Saleh Partaonan Daulay berpendapat senada. Menurut dia, penghapusan kolom agama bertentangan dengan semangat sila pertama Pancasila dan Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.
Negara sejauh ini mengakui enam agama resmi di Indonesia, yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Buddha, Hindu, dan Konghuchu.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengizinkan pengosongan kolom agama pada KTP untuk sementara bagi warga negara yang bukan pemeluk salah satu agama dari enam agama resmi tersebut, dan pihaknya akan berkoordinasi dengan Menteri Agama untuk membahas persoalan itu.
Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014