Jakarta (ANTARA News) - Negara-negara Asia Pasifik dalam Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) dalam beberapa hari ke depan akan membeberkan sebuah jejaring lintas batas yang tak pernah ada sebelumnya guna mengejar dan mengekstradisi para pejabat korup, lapor harian Hongkong, Tiongkok, South China Morning Post, dalam lamannya hari ini.
Menurut koran itu, jejaring antikorupsi ini akan menjadi salah satu butir deklarasi bersama para pemimpin APEC termasuk Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang akan bertemu di Beijing, Tiongkok, pekan depan. Para kepala negara diperkirakan akan menandatangani deklarasi perang melawan korupsi di Asia Pasifik.
Direktur Eksekutif Sekretariat APEC Alan Bollard mengatakan bahwa lembaga-lembaga penegakan hukum di seantero APEC untuk pertama kalinya akan saling berhubungan dalam menyelidiki kasus-kasus korupsi, mengadili dan memenjarakan para pelakunya, serta merampas asset-asset curian mereka yang disimpan di luar negeri.
Bollard mengatakan langkah ini akan menandai sebuah pergeseran dari kebijakan menjadi implementasi, namun masih harus disetujui bersama oleh para anggota APEC.
"Kini kita memiliki para praktisi yang akan bersama berembug mengenai kasus-kasus tertentu dan mempertimbangkan berbagi informasi serta berbagi kuasa yang bisa diberikan yang selaras dengan hukum di masing-masing negara (APEC)," kata Bollard seperti dikutip South China Morning Post.
Zhang Lijun, Ketua Dewan Pengembangan APEF Tiongkok berkata, "Anda akan mengetahui rinciannya dalam dua hari ke depan. Akan ada kesepakatan-kesepakatan makro dan asistensi mikro antara negara-negara APEC."
Menurut para analis Tiongkok langkah yang akan diinisiasi APEC ini akan menciutkan hati para koruptor di negeri itu, dan juga para koruptor di seluruh kawasan Asia Pasifik.
Profesor hukum Universitas New York Jerome Cohen mengungkapkan banyak para pejabat Tiongkok yang diyakini kabur ke negara-negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Tiongkok.
Selama ini, Amerika Serikat, Australia, dan Kanada menjadi destinasi utama para pejabat korup Tiongkok serta dana-dana hasil korupsinya, tetapi semua negara ini tidak memiliki perjanjian kerjasama dengan Tiongkok.
"Negara-negara demokrasi liberal berhati-hati dalam membuat perjanjian ekstradisi, karena itu akan menjadi jalan untuk mengirimkan kembali warga Tiongkok (di luar negeri yang melanggar hukum) guna dituntut dan diadili oleh sistem hukum yang tidak memenuhi standard-standard internasional, karena proses hukumnya," kata Cohen seperti dikutip South China Morning Post.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014