Jelas ini adalah sebuah teror dengan kekerasan yang tidak bertanggungjawab yang mencederai nilai-nilai Pancasila dan semangat demokrasi,"

Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan teror penembakan yang ditujukan kepada Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais adalah sebuah cara untuk mencederai demokrasi.

"Jelas ini adalah sebuah teror dengan kekerasan yang tidak bertanggungjawab yang mencederai nilai-nilai Pancasila dan semangat demokrasi," katanya di Jakarta, Kamis.

Dirinya meminta kepolisian untuk menuntaskan kasus teror tersebut karena telah menjadi tindakan kriminalitas apalagi situasi politik yang kian memanas.

"Kami meminta polisi menangkap pelaku teror itu serta menindak tegas perbuatannya," kata Zulkifli yang juga besan dari Amien Rais.

Kendati ancaman teror menerpa sesepuh Partai Amanat Nasional itu sehingga dapat mempengaruhi psikologis kader-kader PAN, kata mantan Menteri Kehutanan ini menyatakan tidak terpancing.

"Saya sudah sampaikan ke rekan-rekan yang lain agar jangan mudah terpancing, mari kita dukung langkah kepolisian mengungkap siapa pelaku penembakan yang sebenarnya," katanya.

Sejumlah kalangan juga mengatakan teror yang mengarah ke Amien Rais bisa jadi adalah buntut kekesalaan oknum yang tidak menyukai petinggi PAN itu.

Legislator PDI-P Adian Napitupulu juga berpendapat aksi tersebut tidak layak dilakukan di negara hukum Indonesia.

"Kejadian ini harus diusut tuntas, karena negara kita adalah negara hukum, polisi harus bekerja menangkap pelakunya," tegasnya.

Andian menambahkan bila terjadi perbedaan pendapat, jalur lain masih bisa ditempuh, tapi tidak dengan jalur kekerasan apalagi penembakan bukanlah jalan keluar

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman menyatakan belum bisa dipastikan apakah tembakan orang tidak dikenal tersebut mengenai kendaraan milik Amien Rais adalah teror.

"Kami tunggu dulu hasil penyelidikan di lapangan baru disimpulkan," ujarnya di sela pameran foto Pilpres di Mal Kota Kasablanka.

Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014