Jakarta (ANTARA News) - Salah satu pemain besar instrumen penerbangan dunia, Honeywell Aerospace, menilai pasar penerbangan nasional pada masa mendatang sangat prospektif. Empat mesin CN-235, sebagai misal, telah dikapalkan untuk keperluan PT Dirgantara Indonesia.
"Benar, batch perdana mesin turboprop TPE-331 telah kami kirim untuk PT Dirgantara Indonesia. Kami sangat senang bisa menjadi bagian dari pembuatan pesawat terbang buatan Indonesia itu," kata Direktur Asia Pasifik Pertahanan dan Antariksa Honeywell Aerospace, Mark Burgess, kepada www.antaranews.com, di Jakarta, Kamis.
Honeywell Aerospace menjadi salah satu partisipan pada gerai besar perusahaan pertahanan Amerika Serikat di Indo Defence 2014, pada 5-8 November ini. Sebagai penanda kehadirannya, Honeywell Aerospace membawa model asli mesin T-55 yang menjadi penggerak utama helikopter angkut berat, CH-46 Chinook di gerainya itu.
Keempat mesin turboprop TPE-331 itu akan menjadi penggerak utama dua pesawat terbang CN-235-200/220 PT Dirgantara Indonesia yang dipesan Angkatan Udara Filipina. "Sayang, saya tidak bisa menyebutkan nilai kontrak keempat mesin TPE-331 itu," katanya.
Berbeda dengan CN-235 seri 10 dan -100/110 yang ditenagai mesin General Electric, GE CT7-71A, maka seri -200/220 memakai TPE-331 buatan Honeywell Aerospace yang berkantor pusat di Phoenix, Arizona.
Pada seri ini dan sesudahnya, CN-235 juga memakai piranti avionika buatan Honeywell Aerospace, di antaranya sistem avionika ARL-2002. CN-235 juga dirancang ulang dan diberi nomenklatur HC-144 Ocean Sentry untuk dikaryakan Penjaga Pantai Amerika Serikat.
Pasar penerbangan Asia Pasifik, kata dia, merupakan satu yang menakjubkan perkembangannya di seluruh dunia dan mereka sangat serius menggarap pasar itu.
Tentang pasar dan pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia, Burgess menyatakan, "Kami berharap bisa meningkatkan juga kapabilitas pertahanan Indonesia dengan cara memberi produk-produk terbaik yang kami miliki."
"Pertumbuhan penerbangan Indonesia mengagumkan, sekitar 15 persen setahun. Kami juga ingin dapat terlibat dalam pembuatan pesawat angkut ringan serba guna rancangan putra-putra PT Dirgantara Indonesia, N-219," kata dia.
N-219 digadang-gadang menjadi alternatif sangat memadai bagi penerbangan ke pelosok Indonesia, juga sebagai pesawat terbang penghubung ke bandara-bandara menengah.
N-219 sekelas dengan besutan gaek de Havilland Canada, DHC-6 Twin Otter, yang telah termashur sebagai The Bushmaster sebagai pesawat terbang turboprop ringan yang sangat mudah dikendalikan, rendah biaya operasi, dan mudah perawatannya.
Disebut-sebut, Indonesia memerlukan sekitar 400 unit pesawat terbang di kelas ini pada masa mendatang.
Pewarta: Novita Bestari dan Ade P Marboen
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014