Jakarta (ANTARA News) - Kartu Indonesia Sehat (KIS) memiliki dasar hukum sehingga dapat diterapkan di seluruh Indonesia, kata Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian Kesehatan Usman Sumantri di Jakarta, Rabu.
Sebagaimana diberitakan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempersoalkan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera yang harus didukung dasar hukum sekaligus sesuai dengan prosedur. Dengan kata lain, dia memandang "kartu sakti" itu tidak memiliki dasar legalitas.
"Ada undang-undang yang menjadi dasar hukumnya, yaitu Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS," kata Usman saat mendampingi Menkes Nila Farid Moeloek dalam jumpa pers yang digelar di kantor Kemenkes.
Menurut dia, program KIS terpayungi UU BPJS. "Jadi ada UU BPJS yang mengamantkan agar ada badan yang menyelenggarakan jaminan kesehatan. UU ini mengamanatakan satu hal bahwa masyarakat Indonesia yang tidak mampu itu ditanggung oleh negara."
"Sekarang, bedanya apa KIS sama PBI (Penerima Bantuan Iuran). UU BPJS ini mengamanatkan dua hal itu, begitu juga dengan KIS dan JKS (Jaminan Kesehatan Nasional)," katanya.
Selain itu, masih kata Usman, terdapat pijakan hukum KIS dari UUD 1945 pasal 34 ayat 5 yang berbunyi fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
"Jadi kalau ini dasarnya sama, semua JKN ini akan jadi KIS. Filosofinya, program ini menganut UU yang sama, konstitusi UUD 1945. Pendek kata, program Jamkesmas, JKN, dan KIS itu itu baik-baik saja (tidak menyalahi perundang-undangan)," kata dia.
Senada, Menkes Nila Moeloek mengatakan KIS tidak mengubah fungsi kartu lain seperti Askes, Jamkesmas dan BPJS Kesehatan. Dia menegaskan KIS memberi tambahan manfaat dari program sebelumnya.
"KIS memberikan tambahan manfaat, layanan preventif, promotif dan deteksi dini yang akan dilaksanakan secara lebih intensif dan terintegrasi," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan program "kartu sakti" yang baru saja diluncurkan pemerintah belum memiliki payung hukum.
"Sedang dalam proses. Yang pasti semua prosedur dan mekanisme sudah kita lakukan," kata Puan.
Lebih lanjut, putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati itu mengatakan payung hukum untuk KIS, KIP dan KKS dapat berbentuk instruksi presiden (Inpres) atau keputusan presiden (Keppres).
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014