Kami sudah panggil pihak PLN untuk memastikan kondisi ketersediaan listrik terkini di Lampung. Ternyata krisis listrik di Provinsi Lampung dipastikan masih akan berlangsung hingga 10 November 2014,"

Bandarlampung (ANTARA News) - Pemadaman listrik total melanda hampir seluruh wilayah Lampung sejak Kamis lalu, dan krisis listrik itu diperkirakan masih berlangsung sampai 10 November 2014.

Pemadaman listrik di Lampung kali ini disebut sebagai yang terburuk karena durasi pemadamannya mencapai 9-12 jam, dan cakupan daerah yang mengalami pemadaman juga sangat luas. Pemadaman itu menyebabkan kegiatan masyarakat di semua lini menjadi terganggu, dan dampaknya tentu menimbulkan kerugian besar.

Sejauh ini belum ada perkiraan pasti tentang dampak pemadaman listrik itu terhadap besaran kerugian, namun semua pihak tentu sepakat bahwa setiap pemadaman listrik terjadi, maka dampaknya adalah kerugian besar bagi dunia usaha, rumah sakit, masyarakat, dan semua pihak lainnya yang menggunakan listrik PLN.

Terkait pemadaman aliran listrik PLN itu, Pemprov Lampung bertindak cepat dengan memanggil managemen PLN untuk membahas secara khusus masalah pemadaman aliran listrik itu. Dalam pertemuan itu dipaparkan bahwa Lampung masih harus mengalami pemadaman listrik secara bergilir dalam waktu yang lama antara 6-12 jam per hari hingga pekan depan.

"Kami sudah panggil pihak PLN untuk memastikan kondisi ketersediaan listrik terkini di Lampung. Ternyata krisis listrik di Provinsi Lampung dipastikan masih akan berlangsung hingga 10 November 2014," kata Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Arinal Junaidi.

Berdasarkan pembahasan dalam rapat itu terungkap bahwa terjadi enam kali gangguan pada transmisi tegangan tinggi 150 KV antara Bukit Asam dan Lahat Sumatera Selatan sepanjang Jumat dan Sabtu pekan lalu.

"Gangguan tersebut menyebabkan aliran listrik se-Lampung dan Sumatera Selatan mengalami pemadaman total," katanya lagi.

Kondisi tersebut juga merupakan akumulasi dari beberapa unit pembangkit di Lampung yang berhenti beroperasi, sehingga krisis listrik di Lampung terjadi akibat adanya defisit daya listrik. Pada siang hari mengalami defisit mencapai 151 megawatt (MW) dan malam hari mencapai 256 MW.

Sementara itu, General Manager PT PLN Distribusi Lampung I Made Artha menyebutkan pemadaman total itu di luar perkiraan mereka.

Ia menyebutkan bahwa kebutuhan listrik Lampung pada saat beban puncak adalah 800 MW saat malam hari, dan siang hari mencapai 550 MW.

Dalam kondisi normal, ketersediaan listrik di Lampung mencapai 830 MW yang dipasok dari sistem interkoneksi Sumatera Bagian Selatan, dan lima pembangkit di Provinsi Lampung.

Respons masyarakat atas pemadaman itu beragam, namun mereka umumnya mengeluhkan dan mengecam keras atas pemadaman tersebut. Warga Lampung mengalami pemadaman bukan hanya kali ini saja, tetapi sudah "terlalu sering" dari tahun ke tahun dengan alasan klise yang nyaris sama, seperti terjadi gangguan interkoneksi jaringan atau pemeliharaan mesin pembangkit tenaga listrik.

Dampak pemadaman yang paling banyak dikeluhkan warga adalah kesulitan mendapatkan air bersih, karena aliran air PAM ikut juga terhenti dan mesin pompa mereka tak berfungsi.

"Akibat listrik padam, aliran air PAM juga terhenti. Kami terpaksa membeli air mineral dalam galon untuk keperluan sehari-hari, termasuk untuk mandi dan cuci piring. Listrik padam, air tidak mengalir, lengkaplah sudah penderitaan kami. Nantinya kami disuruh bayar tinggi pula, tapi pelayanan tidak maksimal," kata Yudi, salah satu warga Kelurahan Waykandis Bandarlampung.

"Pelayanan listrik PLN semestinya lebih baik, karena tarif dasar listrik kembali naik di tahun ini," kata Edy, salah satu warga Sukarame Bandarlampung.

Bagi sebagian kecil warga yang berkemampuan ekonomi cukup, pemadaman listrik itu diatasi dengan membeli genset atau mesin pembangkit tenaga listrik, sedang masyarakat yang berkemampuan pas-pasan cukup mengandalkan pada penerangan lilin dan lampu darurat.

Harga genset buatan Tiongkok yang berdaya 800-3.000 watt umumnya berkisar Rp1,5 juta - Rp4,2 juta, sedang genset asal Jepang paling murah harganya Rp4,8 juta, dan mesin itu pun hanya berkekuatan 800 watt. Harga genset buatan Jepang berdaya 3.000 watt bisa mencapai Rp20 juta, sedang harganya untuk genset sejenis buatan Tiongkok hanya di kisaran Rp2,5 juta sampai Rp3 juta.

Penjualan genset laku keras seperti kacang goreng sehingga warga harus antre untuk mendapatkannya, baik di kota Bandarlampung maupun daerah lainnya di Lampung.

Sementara berdasarkan data dari PT PLN (Persero), jumlah pelanggan listrik di Provinsi Lampung sebanyak 1.471.887 pelanggan, dengan perbandingan satu pelanggan rata-rata empat jiwa, dan daya tersambung sebesar 1.863 kVA, dan konsumsi listrik sebesar 254,4 GWh/bulan.

Jenis pelanggan terdiri atas sosial kecil 27.075, sosial besar 1.563, rumah tangga sangat kecil (450-900 VA) 1.286.944, rumah tangga kecil (1300-2200 VA) 110.373, rumah tangga besar 7.447, bisnis kecil 17.661, bisnis besar 13.661, bisnis sangat besar 66, industri kecil 8, industri menengah 252, industri besar 236, kantor pemerintah kecil 1.372, kantor pemerintah menengah 1.417, kantor pemerintah besar 11, dan pelanggan lain-lain 3.821.


Pembangkit Tenaga Listrik

Pemadaman listrik di Lampung dan daerah lainnya akan selalu berulang jika ketersediaan tenaga listriknya tetap terbatas, sementara kebutuhan akan listrik bertumbuh terus dari tahun ke tahun.

Kondisi kelistrikan di Lampung sudah kritis karena terlalu bergantung pada pasokan listrik melalui sistem interkoneksi Sumatera. Setiap terjadi gangguan pada sistem jaringan itu maka pemadaman pasti terjadi di wilayah Lampung.

Pemadaman akan terjadi setiap ada gangguan atas suplai listrik di jalur utara, yakni dari Baturaja menuju Kotabumi Lampung Utara, karena tenaga pembangkit listrik di Lampung, seperti PLTU Tarahan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah itu. Sedang PLTU Sebalang belum beroperasi penuh.

Lampung sejauh ini masih mengalami defisit listrik antara 100-265 MW sehingga masih harus mengimpor daya listrik dari Sumatera bagian selatan. Ketersediaan listrik sekarang ini memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan daerah itu, apalagi kebutuhan tenaga listrik selalu bertumbuh pesat setiap tahunnya.

Padahal, ratio elektrifikasi Lampung relatif masih rendah, berkisar 72 persen atau masih di bawah rata-rata nasional sebesar 78 persen. Artinya, masih terdapat permukiman atau rumah yang masih belum mendapatkan listrik.

Terkait peningkatan permintaan dan mengatasi defisit tenaga listrik, pemerintah sebenarnya telah berusaha menyediakan sejumlah pembangkit tenaga listrik baru yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), salah satunya pembangkit listrik berkapasitas 2x110 MW dari panas bumi di Gunung Rajabasa Lampung Selatan.

Proyek PLTP Gunung Rajabasa ditargetkan selesai pada 2017 untuk memenuhi kebutuhan listrik wilayah Lampung yang terinterkoneksi pada sistem kelistrikan Sumatera, sedang pembangunan PLTP Suoh Sekincu Lampung Barat gagal dilanjutkan karena potensi panas bumi yang awalnya diprediksi mencapai 220 MW, ternyata hanya 62 MW.

Menurut sejumlah kalangan, pemerintah perlu mengambil keputusan yang cepat, tepat dan terintegrasi untuk mengatasinya, terutama membangun pembangkit dan jaringan listriknya.

Sehubungan itu, Asisten Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Lampung David Faranto meminta pemerintah daerah setempat untuk memberikan kemudahan dalam hal pembangunan pembangkit tenaga listrik, apakah itu dilaksanakan swasta atau pemerintah.

Keinginan Lampung agar dipercepat pembangunan pembangkit tenaga listrik selaras dengan tekad Presiden Joko Widodo untuk mempercepat pembangunan pembangkit tenaga listrik di berbagai daerah guna menghindari terjadinya pemadaman listrik di masa depan.

"Kita dapat laporan di Sumsel (Sumatera Selatan) sudah mati tiga hari, di Sumut (Sumatera Utara) sudah mati juga. Ini kalau tidak dikejar betul-betul, gelap," kata Presiden.

Untuk mendukung rencana itu, PT PLN (Persero) menyatakan kesiapannya untuk membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 15.000 megawatt dalam lima tahun ke depan yang dimulai pada 2015.

"Dari total program pemerintah membangun pembangkit listrik 35.000 MW hingga 2020, PLN hanya siap membangun 15.000 MW, selebihnya 20.000 MW akan dibangun IPP (Independen Power Producer/pembangkit listrik swasta)," kata Direktur Utama PLN Nur Pamudji.

Namun, ia menyebutkan PLN akan lebih banyak membangun pembangkit listrik tenaga batu bara, sementara kalangan lainnya pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang perlu dikedepakan karena ramah lingkungan dan menggunakan energi terbarukan.

Apakah pilihannya, bagi masyarakat di Lampung yang terpenting adalah mereka bisa mendapatkan pasokan tenaga listrik dan tidak lagi mengalami pemadaman yang cakupan luas dan durasi lama.

Oleh Hisar Sitanggang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014