Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan menghapus bea masuk baja khusus untuk otomotif dan elektronik dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia-Jepang (JI-EPA) yang rencananya akan ditandatangani akhir bulan ini. "Kita hanya ingin membuka pasar baja (BM nol persen) untuk sektor otomotif dan elektronik," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Anshari Bukhari kepada ANTARA di Jakarta, Senin. Ia mengatakan selama dalam perundingan EPA, Jepang menginginkan Indonesia liberalisasikan semua jenis baja yang tidak diproduksi di Indonesia, sehingga produk baja khusus Jepang bisa masuk ke dalam negeri. Namun, lanjut Anshari, pihaknya tidak setuju akan hal itu, karena ada beberapa jenis baja yang walaupun sekarang belum diproduksi di Indonesia, namun ke depan Indonesia akan mengembangkannya, terutama untuk pipa baja khusus untuk migas. "Kita mau di dua bidang (baja untuk otomotif dan elektronik), dia (Jepang) mau untuk semua baja yang belum dibuat di Indonesia. Sekarang masih terus dibahas hal itu," katanya. Dikatakannya, memang selama ini baja untuk industri otomotif dan elektronik nasional masih diimpor, terutama dari Nippon Steel. Setiap tahun ia memperkirakan Indonesia mengimpor baja sekitar satu miliar dolar AS untuk memenuhi kebutuhan baja khusus industri di dalam negeri, karena industri baja nasional masih berkecimpung di baja kasar terutama untuk konstruksi. Ia mengatakan sejauh ini pembahasan EPA terkait kerjasama RI-Jepang belum banyak yang Indonesia sepakati, karena pada sejumlah produk RI-Jepang sama-sama bersaing di pasar dunia. Saat ini produksi baja nasional mencapai sekitar empat juta ton, sedangkan permintaan mencapai sekitar 5,5 juta sampai enam juta ton pada tahun 2006. Deperin memperkirakan tahun 2009 permintaan baja nasional akan mencapai 10 juta ton. Menanggapi Pemerintah Indonesia akan membuka baja khusus untuk elektronik dan otomotif saja, pihak Krakatau Steel (KS) sebagai produsen baja terbesar di dalam negeri dengan kapasitas sekitar 2,9 juta ton mendukung kebijakan tersebut. "Baja Nippon dan kita ada yang sama dan beda, terutama untuk otomotif yang kita belum produksi, tapi jumlahnya sedikit, paling 500 ribu ton," kata Dirut KS Ia mengatakan tidak keberatan pemerintah membuka pasar baja khusus untuk elektronik dan otomotif, sepanjang pemerintah tidak membuka pasar baja lembaran panas (HRC) dan turunannya. "Sepanjang itu bukan HS Number 72 yaitu HRC dan turunannya, kita minta tidak akan dibuka. Mereka banyak kok di luar (jenis baja) itu yang kita belum bisa," katanya. Daenullhay yang juga Ketua Gabungan Asosiasi Produsen Baja Indonesia (Gapbesi) meminta pemerintah jika mengundang Jepang investasi di industri baja dan meminta investor tersebut juga menggunakan bahan baku dari Indonesia. "Kita minta jangan membuat pabrik di Indonesia yang bahan bakunya dari grupnya sehingga monopolistik dan nanti tidak ada perkembangan buat industri baja kita," kata Daenullhay. Sebelumnya Menperin Fahmi Idris dalam kunjungan kerja ke Jepang meminta Nippon Steel yang memiliki kapasitas produksi kedua terbesar di dunia sekitar 40 juta ton per tahun, investasi membangun pabrik baja khusus otomotif dan elektronik di Indonesia. Daenulhay juga meminta Nippon Steel kelak memanfaatkan KS sebagai BUMN baja terbesar di Indonesia. "KS dengan fasilitas yang ada bisa tidak dikembangkan produknya sehingga baja yang selama ini diimpor bisa dibuat mereka di sini. Kita undang mereka dan seharusnya mereka kembangkan kita, jangan mereka tutup ilmunya," kata Daenullhay.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006