Jakarta (ANTARA News) - Wartawan yang sehari-hari meliput kegiatan parlemen di Gedung DPR RI mengaku kebingungan oleh kondisi di DPR yang saat ini dilanda dualisme.
"Saya prihatin atas dualisme ini," kata Tri Mujoko Bayu Aji, wartawan Jawa Pos, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Dia bingung menghadapi keadaan unik di parlemen ini. "Yang satu mengaku benar, yang satu lagi mengaku benar juga. Sementara kita harus mencerdaskan masyarakat dengan tulisan-tulisan kita," kata Bayu.
Ia sendiri menilai apa yang dilakukan kedua kubu anggota DPR sebagai bentuk ketidakdewasaan yang jurtru mereka pertontonkan kepada rakyat.
"Pemikiran yang tidak dewasa dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), mereka punya ego sendiri-sendiri, apa tidak ada jalan keluar? Kan ada MPR sebagai jalan tengah," kata Bayu.
Namun, dia sendiri menilai, berdasarkan aturan dan UU yang berlaku, KMP secara konstitusional telah memenuhi syarat memimpin perwakilan rakyat.
Sekarang, kata dia, tinggal KIH untuk lebih bijak menanggapi keputusan yang telah ditetapkan konstitusi dan UU.
"UU sudah mengatur dan KMP berkuasa. Kreatifnya KIH saja sebagai koalisi pemerintah, tak perlu ada ketakutan yang berlebihan," kata Bayu.
Sementara itu, wartawan Metrotvnews.com, Al Abrar mengharapkan KMP dan KIH bersatu dan segera bekerja demi kepentingan rakyat.
"Terjadi kebingungan menyampaikan pesan kepada masyarakat dengan masalah di DPR RI. Yang pasti, kita sebagai jurnalis menyampaikan apa adanya, seimbang kepada masyarakat dengan kondisi yang ada sekarang ini di DPR RI," kata Al Abrar.
Ia juga memprihatinkan dualisme ini karena berakibat kepada rakyat. "Anggota DPR menyatu, kerjalah. Sejak dilantik, soal koalisilah yang dipermasalahkan, belum ada RUU yang dibahas," katanya.
Hal senada diutarakan wartawan Koran Tempo, Wayan Agus Purnomo, yang meminta anggota DPR RI untuk menjalankan tugas dan fungsi sebaik mungkin, sesuai dengan UU yang berlaku.
"Bingung sih bingung. Tapi kita sebagai jurnalis tetap menyampaikan apa adanya. Biarkan masyarakat yang menilai," kata Wayan mencoba bersikap netral.
Lain lagi dengan Imam Firdaus. Jurnalis jurnalparlemen.com ini memberi kesaksian bahwa dualisme semacam ini adalah yang pertama dalam sejarah parlemen Indonesia.
"Pertama dalam sejarah, ada dua kubu dalam lembaga tinggi negara, itu contoh yang enggak bagus, Kita harus kritik KMP dan KIH," kata Imam.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014