Dhaka (ANTARA News) - Mahkamah Agung Bangladesh memperkuat vonis hukuman mati untuk pemimpin partai Islam terbesar negeri itu setelah terdakwa didakwa melakukan kejahatan perang, termasuk pembunuhan massal, selama perang kemerdekaan 1971.

Penolakan Mahkamah Agung terhadap banding Mohammad Kamaruzzaman membuat terdakwa menghadapi tiang gantungan dalam beberapa bulan, jika kasus ini tidak mengalami peninjauan perkara atau presiden negeri ini memberikan amnesti kepada tervonis.

Pria berusia 62 tahun yang menjadi asisten sekretaris jenderal Jamaat-e-Islami itu akan menjadi pemimpin senior yang kedua dari partai Islam itu yang digantung karena tuduhan kejahatan selama perang kemerdekaan yang membuat bekas Pakistan Timur itu memisahkan diri Pakistan untuk menjadi Bangladesh.

Dakwaan kejahatan perang telah memicu demonstrasi berdarah di Bangladesh kendati belum ada laporan kekerasan terbaru berkaitan dengan putusan kepada Kamaruzzaman tersebut.

Sebuah panel banding yang diketuai Hakim Agung Surendra Kumar Sinha membacakan bagian kesimpulan majleis hakim dengan menyatakan hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan penjahat perang tahun lalu, akan diberlakukan.

Seorang pejabat senior Jamaat lainnya, Abdul Quader Molla, dieksekusi Desember tahun lalu setelah dinyatakan terbuki melakukan dakwaan serupa.

Vonis terbaru ini terjadi setelah pemimpin utama Jamaat Motiur Rahman Nizami dihukum gantung Rabu pekan lalu oleh mahkamah, sedangkan penyandang dana utamanya Mir Quasem Ali divonis hukuman mati hari Minggu.

Hukuman serupa yang dijatuhkan kepada para pembantu utama Nizami tahun lalu telah memicu kekerasan politik paling berdarah sejak kemerdekaan negara itu.  Puluhan ribu aktivis Jaamat bentrok dengan polisi dalam demonstrasi yang membuat 500 orang tewas.

Kamaruzzaman dinyatakan terbukti bersalah Mei 2013 atas tuduhan pembunuhan massal, penyiksaan, dan penculikan.

Peradilan memusatkan perhatian pada pembunuhan massal di kota Sohagpur yang lalu disebut "Desa Janda" setelah sekitar 120 petani tak bersenjata dibariskan untuk kemudian dibantai di sawah.

Tiga dari para janda itu bersaksi melawan Kamaruzzaman dalam persidangan.

Jaksa menyatakan Kamaruzzaman adalah kepala milisi bengis Al Badr yang juga dituduh membunuh para profesor terkenal, penulis dan doktor selama salah satu bagian paling brutal dalam konflik selama sembilan bulan itu.

Para pengacara terdakwa menolak semua tuduhan itu sebagai tak berdasar dengan mengatakan peluang untuk membuktikan klien mereka tak bersalah telah diabaikan karena pengadilan hanya menghadirkan lima saksi untuk melawan Kamaruzzaman.

"Kami kecewa sekali," kata pengacara Tajul Islam kepada AFP usai vonis mahkamah agung, sembari menambahkan bahwa mereka akan mengajukan banding untuk peninjauan perkara.

Namun jaksa penuntut umum Golam A. Tipu berkata, seperti dikutip AFP, "Saya kira tidak ada peluang untuk peninjauan kembali perkara."



Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014