Jakarta (ANTARA News) - Kebutuhan nasional akan minyak fosil pada 2007 akan berkurang sebesar 2,4 juta Kilo liter (KL) jika biodiesel dan bioethanol (campuran solar dan premium dengan minyak nabati) bisa menggantikan kebutuhan minyak fosil tersebut sebesar lima persen. Hal itu dikatakan Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Hilmi Panigoro, sebelum pemberangkatan sekitar 90 kendaraan berbahan bakar biofuel lima persen pada Biofuel Car`s Road Show Jakarta-Bandung yang "start"-nya dilakukan di halaman Kantor BPPT Jakarta dan akan berakhir di ITB Bandung, Minggu. Dengan pertumbuhan konsumsi minyak tanah mencapai tujuh persen per tahun, ujarnya, maka pada 2007 kebutuhan minyak solar akan meningkat menjadi 30 juta KL dan kebutuhan premium akan meningkat menjadi 17,5 juta KL. "Bila bisa digantikan lima persen kebutuhan solar dengan biodiesel sebesar 1,5 juta KL dan lima persen premium dengan bioethanol 900 ribu KL, maka total subtitusi itu akan menurunkan kebutuhan minyak fosil 2,4 juta KL pada 2007," katanya. Jika tidak, ujarnya, bisa dibayangkan berapa negara harus mengimpor kekurangan minyak fosil tersebut berhubung total produksi semua kilang nasional hanya 44,9 juta KL. Ia juga menyebutkan kesulitan nasional ketika minyak mencapai harga tertinggi dalam sejarah, yakni mencapai 74 dolar AS per barel pada Juni 2006, sementara asumsi harga minyak dalam APBN 2006 hanya 57 dolar AS. Sementara itu, Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material, Marzan Aziz Iskandar, mengatakan melalui Road Show akan dilakukan penelitian untuk melihat sejauh mana variasi "blending" memberi dampak pada mobil bermesin diesel. BPPT sendiri, ujarnya, telah melakukan uji variasi prosentasi blending B10 (10 persen biodiesel, 90 persen solar) pada 23 bus BPPT dan satu mobil menggunakan bio oil (minyak curah) dan solar dengan perbandingan 50:50, serta pengujian B30 pada uji Jawa-Sumatera 2002 dan uji 20 ribu km pada 2004. Ditanya soal biofuel 100 persen tanpa campuran minyak fosil, Marzan menjelaskan sebenarnya teknologi sudah mampu, tetapi peraturan dan standar yang saat ini ada hanya mengatur campuran hingga 10 persen. "Meski pencampuran dengan biofuel aman bagi kendaraan dan tak perlu perubahan komponen, penelitian menyarankan campuran tidak lebih dari 20 persen ke atas tanpa konverter. B100 bahkan lebih kental dari minyak solar dan lebih cepat beku, sehingga suplai bahan bakar akan melambat," katanya. Sementara itu, Staf Ahli Menristek bidang Energi Alternatif dan Terbarukan, Martin Djamin, mengemukakan prospek biofuel di masa depan cerah, dengan telah adanya sekitar 50 jenis tanaman bisa dijadikan bahan bakar nabati. "Tinggal melihat tanaman mana yang paling baik, misalnya untuk campuran sekian persen, khususnya tanaman yang tak perlu bersaing dengan mulut manusia (pangan -red) seperti minyak jarak," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006