Jakarta (ANTARA News) - Kepala Lembaga Kajian Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Untung Yuwono berpendapat penggunaan Internet telah mengubah cara orang menggunakan bahasa tulis.
"Ruang yang terbatas pada Internet membuat gagasan-gagasan menjadi ringkas-ringkas, paragraf pun pendek-pendek," kata Untung lewat surat elektronik kepada Antara News.
Sebagian orang keliru menjadikan itu sebagai model bahasa yang benar dan standar. Dampaknya, menurut dia, antara lain terlihat pada beberapa karya tulis, yang menunjukkan kesulitan orang menyampaikan gagasan yang eksploratif.
Dia juga melihat gejala penurunan perhatian masyarakat terhadap Bahasa Indonesia, terlihat dari penggunaan bahasa asing atau bahasa yang bercampur aduk pada papan-papan informasi serta pemakaian kata serapan asal adopsi seperti "selebrasi" dari "celebration" meskipun ada kata "perayaan'.
Ia mengatakan upaya perbaikan penggunaan bahasa bisa dilakukan lewat gerakan disiplin nasional seperti yang pernah dilakukan tahun 1995, yang juga meliputi gerakan disiplin berbahasa.
Para ahli bahasa pun, menurut dia, sudah berkumpul untuk mengeluarkan pedoman-pedoman kebahasaan dan menyampaikan hasilnya kepada masyarakat melalui penerbitan kamus-kamus istilah dan pedoman berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
"Masyarakat mau mengikuti. Ini contoh yang baik. Masyarakat membutuhkan panutan," katanya.
Menjaga bersama
Untung juga melihat kecenderungan anak-anak muda menganggap sama ragam bahasa tulisan dan lisan, yang sebenarnya berbeda dalam aspek pilihan kata, struktur maupun gaya berbahasa.
"Jika dikaitkan dengan fungsi bahasa, anak muda cenderung menggunakan bahasa dalam fungsi mengekspresikan diri: yang penting gagasan sudah disampaikan, tanpa memperhatikan cara-cara berkomunikasi yang berbeda antara situasi bersemuka dan situasi tidak langsung melalui bahasa tulis," katanya.
Generasi muda, menurut dia, perlu menjaga semangat Sumpah Pemuda, semangat untuk bersikap positif kepada Bahasa Indonesia.
"Jika kita lebih mencintai bahasa asing daripada Bahasa Indonesia, itu berarti kita tidak bersikap positif kepada Bahasa Indonesia," katanya.
"Kita menggunakan Bahasa Indonesia karena kita mempunyai identitas sebagai bagian dari bangsa Indonesia," kata pengajar mata kuliah penyuntingan itu.
Ia mengatakan pendidikan merupakan kunci untuk mengembangkan sikap bahasa yang positif.
Pendidikan yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dengan membaca, menulis dan menyampaikan gagasannya akan membuat siswa tahu kapan harus menggunakan bahasa yang benar, kata dia.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014