Jakarta (ANTARA News) - Para pelaku Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengharapkan Bank Indonesia (BI) mau menginisiasi adanya lembaga Apex (bank induk) bagi mereka sebagai salah satu infrastruktur yang akan melindungi kegiatan usahanya sehingga bisa berkembang lagi. "Sampai saat ini lembaga Apex belum bisa terbentuk lantaran masalah perubahan Undang-Undang sehingga inisiatifnya belum jelas dan akhirnya terbengkalai," kata Sekjen Perhimpunan Bank Perkreditan Indonesia (Perbarindo) periode 2002-2006 yang baru didemisionerkan, Sawaluddin, di sela-sela acara Munas Perbarindo VII di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, saat ini BPR belum bisa melakukan penyertaan modal ke lembaga Apex karena masih dilarang oleh Undang-Undang Perbankan. Padahal, kata Sawaludin, fungsi utama dari lembaga Apex itu adalah untuk mengatasi likuiditas missmatch di BPR. Selain itu, tambah Sawaluddin, dengan adanya Lembaga Apex, lembaga itu juga dapat mengembangkan kegiatan produk dan jasa bersama BPR, alih teknologi, mengadakan pelatihan Sumber daya Manusia (SDM), penyediaan modal kerja BPR, melakukan pemeringkatan (rating) BPR, dan kegiatan lainnya sehingga BPR dapat lebih berkembang. "Memang kami bisa terus berkembang walau belum ada Apex, tapi lembaga Apex bisa mendorong BPR untuk lebih berkembang di masa mendatang karena salah satu infrastruktur yang terpenting," kata Sawalludin yang juga Direktur Utama BPR Tapeuna Dana, Depok, Jawa Barat. Sawaluddin mengatakan, lembaga Apex akan mendorong para pelaku BPR untuk melakukan ekspansi usahanya. Namun, katanya, akibat belum ada lembaga yang bisa melindungi BPR ini, mayoritas pelaku BPR di Indonesia masih ragu untuk mendirikan cabang-cabang baru BPR. "Terbukti hingga saat ini penyebaran BPR di Indonesia belum merata yakni 80 persen lebih BPR hanya berada di pulau Jawa dan Bali," katanya. Ia mengatakan Perbarindo sebagai sebuah asosiasi yang merupakan wadah bagi BPR di seluruh Indonesia sudah melakukan perbincangan dengan BI, Departemen Keuangan, Komisi XI DPR dan pihak-pihak lain, namun belum juga ada hasilnya. Hal senada dikatakan oleh Direktur Utama BPR Dhanarta Dwiprima yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur, Agustinus Djiu. Ia mengatakan, BPR sangat memerlukan lembaga Apex. Ia mengatakan, lembaga Apex dapat mengatasi masalah likuiditas sehingga dapat mengembangkan kerjasama antar BPR dan menjadi mediasi untuk melakukan pelatihan SDM. "Saat ini masalah utama yang sedang dihadapi oleh kalangan BPR di daerah adalah masalah ketersediaan SDM yang handal dan tangguh," kata Djiu yang juga Ketua DPD Perbarindo Kalimantan Timur (Kaltim). Ia mengatakan, bila SDM bisa tersedia, maka potensi penyaluran kredit mikro yang ada di Kaltim bisa ditangkap oleh BPR. "Adanya proyek-proyek besar seperti pertambangan, perminyakan, pupuk dan lainnya sudah memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Kaltim. Perputaran uang di Kaltim sangat besar, sehingga bermunculan banyak pengusaha yang bergerak di sektor mikro yang membutuhkan pinjaman," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006