Makassar (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan memeriksa pegawai Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Erw dan Rah terkait dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat TA 2009.
"Semua kasus yang ditangani Kejati Sulsel memang sedang didalami perkaranya termasuk dugaan korupsi PLTMH Mamuju Utara itu. Pada tahap ini, kita masih memeriksa saksi-saksi terkait," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel, Rahman Morra di Makassar, Jumat.
Ia mengatakan, kedua orang pegawai yang diperiksa tim penyelidik Kejati Sulselbar hanya berstatus sebagai saksi karena kasus dugaan korupsi PLTMH ini sudah cukup lama ditangani.
Kedua saksi tersebut diperiksa karena keduanya telah melihat langsung dan memastikan proses pengerjaan proyek itu yang hingga saat ini belum dirampungkan.
"Keduanya hanya diperiksa sebagai saksi saja. Dia yang melihat dan memastikan bahwa pekerjaannya tidak selesai. Kita memang membutuhkan banyak fakta-fakta," jelasnya.
Sebelumnya, Rah menyebutkan dalam proyek yang diduga terjadi korupsi itu, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka yakni Mufti Inti Priyanto berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Tersangka sendiri sampai saat ini masih tercatat sebagai salah seorang pejabat di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT).
Selain Mufti, penyidik kejaksaan juga menetapkan seorang rekanan menjadi tersangka yakni kuasa konsorsium dari PT Abaditra Buana Suprindo dan PT Yudha Nusantara Indah atas nama Rahmat Sampetoding.
Ia mengatakan, proyek pembangkit tenaga listrik mikro hidro yang menggunakan dana pemerintah pusat melalui bantuan hibah Amerika Serikat dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaannya, proyek yang dibangun pada 2009 dengan total anggaran yakni sebesar Rp1,7 miliar itu tidak berjalan dengan baik karena pihak rekanan yang mengerjakan proyek itu tidak menyelesaikannya.
Bahkan berdasarkan pantaun tim ahli yang digandeng Kejati Sulsel, proyek yang dikerjakan oleh Mufti Inti Priyanto yang juga sebagai pejabat di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) itu sudah menangani proyek serupa di Bengkulu.
Di Provinsi Bengkulu, Mufti juga divonis bersalah oleh majelis hakim karena proyek yang dikerjakannya gagal total dan tidak berjalan sesuai dengan rencana hingga akhirnya diseret dalam persidangan.
"MIP ini berkasus juga di Provinsi Bengkulu dan kasusnya sama dengan proyek yang sama pula. Tersangka tidak menyelesaikan proyek, padahal uangnya sudah dicairkan 100 persen," katanya.
Menurut dia, dari hasil penyelidikan diketahui kalau proyek ini dibiayai APBN, dengan nama kegiatan, pembangunan PLTHM peningkatan prasarana dan sarana pedesaan satker peningkatan infrastruktur tahun anggaran 2009.
Jumlah anggaran yang disediakan sebanyak Rp1,7 miliar lebih. Sedangkan lokasi pembangunannya di daerah Pasang Kayu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Hasilnya, progres pekerjaan hanya mencapai 15 persen atau setara dengan Rp200 juta lebih, padahal nilai kontrak Rp1,7 miliar dimana semua pembayarannya langsung dicairkan 100 persen.
Walaupun realisasi proyek hanya sebesar itu, namun laporanya ke pemilik proyek 100. Diduga, saat laporan progres penyelesaian pekerjaan dibuat, tersangka ini melakukan manipulasi data dan membuat laporan yang tidak benar.
"Mungkin saja menggunakan foto-foto di daerah lain dengan proyek yang sama dan memberikan laporannya pada pemilik proyek sehingga dianggap telah selesai," tegasnya.
Pewarta: M Hasanuddin
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014