Surabaya (ANTARA News) - Kalangan pengusaha menyambut positif terbentuknya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada periode 2014-2019, karena perekonomian nasional diyakini kian membaik.
"Kami tidak berharap banyak dari pemerintah. Hal terpenting adalah kepastian dan kestabilan politik sehingga perekonomian akan mengikuti ke arah yang positif," kata Direktur Pemasaran Pakuwon Group, Sutandi Purnomosidi di Surabaya, Jumat.
Ia mengungkapkan, kestabilan politik tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2014, di mana kondisi saat itu sangat kondusif. Akibatnya, bisnis yang dijalani pengusaha tetap terlaksana seperti biasa.
"Kalaupun ada penurunan kinerja hanya beberapa waktu saja dan langsung kembali pulih," ujarnya.
Selain itu, jelas dia, saat ini masyarakat Indonesia semakin pintar. Mereka juga menunjukkan kedewasaannya dalam berpikir dan menjunjung tinggi demokrasi. Bahkan tidak mau dibayar demi kepentingan tertentu atau menjual harga dirinya.
"Pada pemilihan umum lalu, kami pikir hasil yang diperoleh pada saat itu adalah potret harapan rakyat sesungguhnya," ucapnya.
Untuk proyeksi ekonomi tahun 2015, optimistis dia, bisa dikatakan terjadi kebangkitan dunia ekonomi Indonesia meskipun negeri ini dibayangi oleh kenaikan harga BBM. Jika komoditas itu naik maka akan meningkatkan harga seperti kenaikan harga properti.
"Dengan adanya pencabutan subsidi BBM, pada jangka panjang neraca perdagangan Indonesia menjadi lebih sehat. Bahkan perekonomian nasional bisa tumbuh dua digit pada tahun depan sehingga memicu kenaikan nilai properti pada rentang tahun 2017-2018," tuturnya.
Pada momentum itu, tambah dia, perkembangan ekonomi nasional semakin lebih pesat dibandingkan pencapaian tahun 2011-2013. Hal tersebut mengakibatkan pelaku industri di sektor properti itu sangat optimistis.
"Di bidang properti misalnya, bukan hanya rumah landed yang makin diminati pasar, tetapi apartemen sudah menjadi gaya hidup baru," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, besarnya minat pasar didukung oleh kebijakan pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) yang memudahkan calon pembeli rumah pertama. Contoh, BI mengeluarkan kebijakan penyaluran kredit kepemilikan apartemen (KPA) bisa diberikan setelah pengembang melakukan "topping off".
"Misalnya, harga apartemen Rp600 juta per unit. Dengan uang muka 40 persen maka konsumen bisa mengangsur Rp3,7 juta per bulan melalui KPA," katanya.
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014