Jakarta (ANTARA News) - Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah tidak hanya membutuhkan pinjaman dalam bentuk kredit mikro tapi juga produk tabungan dari perbankan.
"Berdasarkan survei di beberapa pilot area didapati fakta menarik bahwa sebenarnya masyarakat miskin bisa menabung, entah itu Rp10 ribu/hari, tapi disayangkan tidak ada akses ke sana," kata Destry di Jakarta, Jumat, ketika ditanya hasil penelitian Mandiri Institute terkait Keuangan Inklusif.
Ia mengemukakan, sepatutnya pemerintah dan kalangan perbankan mengubah cara berpikir jika merujuk kepada hasil penelitian tersebut.
"Selama ini kita berpikir bahwa masyarakat miskin hanya membutuhkan dana melalui kredit mikro sehingga pemerintah fokus menyalurkan kredit usaha rakyat, padahal mereka juga ingin menabung tapi belum ada akses," kata dia.
Menurutnya, keterbatasan akses menabung ini lantaran kalangan perbankan tidak memiliki produk untuk tabungan mikro. Selain itu, masyarakat berpenghasilan rendah ini juga merasa "malu" jika harus menabung dalam jumlah yang kecil.
"Di sinilah peran keuangan inklusif, dimana nantinya akan memfungsikan agen sebagai media penghubung antara bank dan masyarakat," kata dia.
Ia menambahkan, untuk itu, kalangan perbankan tidak perlu ragu dalam menginvestasikan dana dalam membangun sistem dan infrastruktur keuangan inklusif ini.
Menurutnya, "bank tanpa kantor" ini mempunyai prospek menjanjikan karena masyarakat miskin mempunyai kedekatan dengan teknologi.
"Meski tidak punya rekening, masyarakat berpenghasilan menengah ini bisa dipastikan memiliki telepon gengam. Di sinilah gerbang keuangan inklusifnya karena agen dapat bekerja seperti layaknya agen pulsa dalam menjalankan fungsi perbankan," kata dia.
Namun, menurutnya, yang terpenting dari penerapan keuangan inklusif ini yakni langkah awal dari pemerintah.
Pemerintah yang berwenang membuat regulator diharapkan mampu menyesuaikan dengan karateristik perbankan yang sangat berhati-hati, masyarakat miskin yang lemah literasi, dan perusahaan telekomunikasi yang kreatif dalam produk.
"Mengapa di India sukses, karena ada program pemerintah yang menjadi pemicu sehingga menjadi lompatan awal yang bagus. Misalnya dalam menetapkan biaya untuk satu kali transaksi, mungkin jika dikenai Rp500 hingga Rp100 mungkin akan memberatkan," ujar dia.
Berdasarkan hasil data Bank Dunia tahun 2011, akses penduduk Indonesia terhadap bank masih tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga yakni hanya 19,6 persen. Sebagai pembanding, Malaysia 66,7 persen, Filipina 26,5 persen, Thailand 77,7 persen, Vietnam 21,4 persen, India 35,2 persen, China 63,8 persen, Rusia 48,2 persen, Brazil 55,9 persen.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014