Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy mengatakan pemerintah harus memiliki daya tawar ekonomi yang kuat terhadap Amerika Serikat (AS) dalam pertemuan bilateral kedua negara, saat Presiden AS George W Bush berkunjung ke Indonesia pada 20 November 2006 mendatang. "Indonesia harus lebih berani terhadap AS, sehingga memiliki daya tawar yang kuat terutama di bidang ekonomi," katanya di Jakarta, Kamis. Dia mengatakan Indonesia harus jeli melihat adanya peluang ekonomi, karena saat ini AS sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang ia prediksi akan tetap terjadi hingga tahun 2007. Menurutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi AS itu disebabkan oleh ekspansi ekonomi yang dilakukan China ke berbagai negara dan tekanan mata uang euro terhadap dolar AS. "Hal itu sudah menggangu AS dan memaksa Bush untuk meminta rakyat China di AS menjadi konsumen selain dari hanya menjadi pekerja dan penabung saja," kata Ichsanudin. Saat ini, tambah Ichsanudin, Indonesia memiliki keunggulan dalam hal posisi strategisnya di kawasan setelah AS mengalami kegagalan dalam geopolitik. Dia mengemukakan hubungan AS dengan negara-negara di Amerika Selatan yang buruk, kemudian tekanan mata uang euro terhadap dolar AS yang semakin kuat, keberhasilan Rusia dalam meningkatkan teknologi pangan dan ekspor, dan keberhasilan ekspansi China ke negara-negara di benua Afrika seperti Angola, memaksa AS untuk melakukan kontak dengan negara-negara di Asia, salah satunya Indonesia. "Kunjungan AS tanggal 20 November mendatang ke Indonesia saya umpamakan AS sedang mengunjungi salah satu dari negara bagiannya. Jadi Indonesia jangan merasa minder dan khawatir atas akan adanya tekanan AS," katanya. Mengenai agenda yang harus dibawa oleh Indonesia dalam pertemuan bilateral itu, Ichsanudin mengatakan pemerintah bisa terus memfokuskan diri pada sektor energi, teknologi informasi dan hubungan perdagangan mengingat terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi AS tadi. "Indonesia harus sudah melakukan pemanasan di pertemuan puncak APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) pada 18 dan 19 November 2006 di Hanoi, Vietnam. Jangan hanya puas jadi peserta saja di pertemuan itu," tegas Ichsanudin. (*)
Copyright © ANTARA 2006