Jakarta (ANTARA News) - Protes dari kalangan yang menentang kedatangan Presiden AS George Walker Bush ke Indonesia bulan ini hanya akan berlangsung sesaat karena protes tersebut lebih didasari pada sikap emosional.
"Protes tersebut hanya akan terjadi sebelum Bush datang dan ketika ia sudah mendarat di Halim, serta akan semakin memuncak pada saat Bush berada di Indonesia selama kurang lebih 10 jam itu," kata Bantarto Bandoro, Direktur Publikasi dan Infrakstuktur Ilmiah Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, protes-protes tersebut adalah bagian dari sikap sentimen mereka terhadap AS yang sudah ada sejak dua atau tiga tahun lalu.
"Saya amat memahami mengapa protes tersebut banyak dikeluarkan oleh para kalangan Islam radikal. Pada kenyataannya memang AS lah yang paling banyak membuat korban jiwa di banyak negara Islam seperti Irak ataupun Afghanistan," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, banyak kalangan dari Islam radikal menganggap perang melawan terorisme yang gencar dilancarkan oleh AS sebagai perang melawan Islam.
"Hal tersebutlah yang sebenarnya menjadi titik fokus dan yang ingin disampaikan dari banyak protes tersebut. Serta mungkin saja persepsi seperti itu tidak akan pernah hilang dari banyak kalangan Islam radikal," katanya.
Bandoro mengatakan kunjungan Bush ke Indonesia itu tidak akan semakin memperkuat posisi AS di Indonesia karena sejak lama Washington sudah memiliki posisi kuat di banyak negara.
"Banyak kalangan Islam radikal yang tidak memahami pentingnya hadirnya sebuah kekuatan besar di dalam mengelola masalah keamanan dan politik di kawasan Asia Tenggara. Karena Indonesia dan ASEAN tidak bisa mengatasi sendiri masalah keamanan dan politik di kawasan tersebut," katanya.
Oleh karena itu, tambahnya, AS sebagai salah satu kekuatan besar di dunia amat sulit untuk dihindari, walaupun sebenarnya kekuatan tersebut tidak mutlak sepenuhnya.
Mengenai citra Indonesia di dunia Islam sehubungan dengan kunjungan Bush, Bandoro mengatakan hal tersebut tidak akan kontra produktif terhadap citra Indonesia karena Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif.
"Indonesia bebas berhubungan dengan negara manapun sejauh itu bisa memenuhi kepentingan nasional kita. Jadi saya kira tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kunjungan Bush tersebut akan membawa dampak negatif bagi Indonesia," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006