Washington (ANTARA News) - Korea Utara membebaskan seorang dari tiga warga Amerika Serikat yang ditahan di negara itu, dan dalam satu tindakan yang mengejutkan, mengizinkan satu pesawat Pentagon mendarat di Pyongyang pada Selasa untuk membawa dia pulang.
Jeffrey Fowle, yang nampak sehat "telah diizinkan meninggalkan Korut," kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest dan menambahkan pria berusia 56 tahun itu telah dalam perjalann pulang, demikian laporan AFP.
Para pejabat AS mengatakan Pyongyang memberikan Washington satu batas waktu untuk membawa pulang Fowle dari negara itu, dan Pentagon memutuskan akan mengirim satu pesawat untuk membawa dia pulang, kendatipun Washington tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Korut.
"Kami tentu menyambut baik keputusan Korut untuk membebaskan dia," kata Earnest, sementara wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Marie Harf mengucapkan terima kasih kepada para diplomat Swedia atas usaha-usaha mereka untuk menjamin pembebasannya.
Fowle telah diperiksa kesehatannya oleh para dokter dan "nampaknya berada dalam kondisi kesehatan yang baik," kata Harf kepada wartawan dan menambahkan pesawat telah terbang dari Pyongyang menuju Guam dan dia akan menuju AS.
Namun, Harf menolak merinci lebih jauh, tentang kapan Fowle akan tiba di rumahnya di negara bagian Ohio.
Dia juga tidak mengungkapkan bagaimana pembebasan Fowle bisa terjadi, di tengah usaha-usaha yang sedang dilakukan untuk membebaskan dua warga AS lainnya masih terhambat, Matthew Miller dan Kenneth Bae, keduanya berada dalam kamp kerja keras.
"Saya tidak dapat mengonfirmasikan rincian lainnya tentang diskusi-diskusi atau usaha-usaha yang kami lakukan untuk membebaskan para warga Amerika kami" kata Harf.
Saudara perempuan Bae, Terri Chung mengatakan pembebasan Fowle dapat merupakan satu "tanda harapan" bagi warga AS keturunan Korea berusia 42 tahun yang ditahan Novemer 2012 dan kemudia dihukum 15 tahun kerja paksa.
"Keluarga kami merayakan pembebasan Fowle. Kami juga risau, karena saudara kami Kenneth Bae tetap berada di kamp kerja paksa di Korea Utara setelah dua tahun, dengan masa depan yang tidak menentu," katanya dalam satu pernyataan.
Dalam satu wawancara yang disiarkan surat kabar Jepang pro-Korut Chosun Sinbo, Fowle mengatakan sangat "cemas akan nasib Bae dan Miller, yang telah diadili dan dipenjarakan.
Fowle memasuki Korut pada April dan ditahan setelah meninggalkan injil di kamar mandi satu klub malam di kota pelabuhan Chongjin. Permohonannya dibuat hanya dua minggu setelah Miller dihukum enam tahun kerja paksa oleh Mahkamah Agung Korut.
Miller yang berusia 24 tahun juga ditahan April setelah ia merobek visanya di imigrasi dan meminta suaka.
Keputusan Pyongyang untuk mengizinkan pesawat Pentagon mendarat di kota itu mengejutkan, mengingat berdasarkan perjanjian gencatan senjata tahun 1953 yang mengakhiri Perang Korea, kedua pihak meletakkan senjata mereka tetapi tidak mencapai satu perjanjian perdamaian resmi.
Korut juga selalu menanggapi dengan marah pelatihan militer gabungan AS-Korsel, dengan perbatasan kedua negara tetap merupakan salah satu dari perbatasan-perbatasan yang paling ketat dijaga militer di dunia.
Harf mengatakan "pemerintah AS akan terus berusaha dengan aktif" bagi pembebasan dua warga AS lainnya dan mengulangi tawaran-tawaran AS untuk mengirim satu utusan Departemen Luar Negeri, Robert King ke Korut untuk membicarakan nasib mereka.
Washington mengecam Pyongyang atas penahanan-penahanan itu dengan mengatakan mereka ditahan sebagai sandera politik untuk memperoleh konsesi diplomatik.
(Uu.H-RN)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014