Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah, didakwa memperkaya sepuluh perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group karena mereka telah menikmati 697 ribu meter kubik kayu pada areal hutan di Kalimantan Timur (Kaltim) sehingga merugikan negara hingga Rp346,823 miliar. Dalam sidang perdana di Pengadilan khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wisnu Baroto menyatakan Suwarna setidaknya telah melakukan empat perbuatan melawan hukum. Perbuatan itu yaitu memberikan rekomendasi areal perkebunan sawit, memberikan persetujuan sementara Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Perkebunan (HPHTP) sementara dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), memberikan persetujuan prinsip pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu dan memberikan dispensasi kewajiban penyerahan jaminan bank (bank garansi) Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi (PSDH-DR) IPK kepada sepuluh perusahhan yang tergabung dalam Surya Dumai Group yang dikendalikan oleh Martias atau Pung Kian Hwa. Dalam dakwaan, JPU menyatakan Suwarna melakukan perbuatan melawan hukum itu secara bersama-sama dengan Dirjen Pengusahaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan Waskito Suryodibroto, Kakanwil Departemen Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Uuh Aliyudin, dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Robian, serta Martias sebagai pemilik Surya Duma Group. Suwarna pada Maret 2000, menurut JPU, memberikan rekomendasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit kepada sepuluh perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group, dalam bentuk Surat Gubernur KDH Tk I Kaimantan Timur. Sepuluh perusahaan yang mendapat rekomendasi itu adalah PT Berau Perkasa Mandiri seluas 18 ribu hektare, PT Kaltim Bhakti Sejahtera seluas 30 ribu ha, PT Marsam Citra Adiperkasa seluas 20 ribu ha, PT Bhumi Simanggiris Indah seluas 20 ribu ha, PT Tirta Madu Sawit Perkasa seluas 9.900 ha, PT Sebuku Sawit Perkada seluas 20 ribu ha, PT Bulungan Argo Jaya seuas 17.700 ha, PT Repenas Bhakti Utamaseluas 20 ribu ha, PT Bulungan Hijau Perkasa seluas 6.000 ha, PT Borneo Bhakti Sejahtera seluas 20 ribu ha, dan PT Bhumi Sawit Perkasa seluas 19.250 ha. "Sehingga, keseluruhan pemberian rekomendasi areal perkebunan keapa sawit yang diberikan oleh terdakwa kepada perusahaan-perusahaan yang tergabung dala Surya Dumai Group telah melebihi 20 ribu hektare dalam satu group untuk satu provinsi, yang bertentangan dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tentag Perizinan Usaha Perkebunan," tutur Wisnu. Ia menambahkan, luas maksimum yang bisa diberikan oleh kepala daerah untuk lahan usaha perkebunan berskala besar sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan itu adalah 20 ribu hektar dalam satu provinsi atau 100 ribu hektar untuk seluruh Indonesia. JPU menuturkan, selanjutnya rekomendasi untuk perkebunan kelapa sawit yang diberikan oleh terdakwa telah dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan itu untuk mengajukan permohonan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) langsung kepada Dirjen Pengusahaan Hutan Produksi (PHP) Dephutbun yang dijabat oleh Waskito Suryodibroto tanpa melalui Kepala Kantor Wilayah Dephut Provinsi Kalimantan Timur. Pengajuan itu tanpa dilengkapi dengan areal tata batas kebun, belum ada izin usaha perkebunan dan tidak ada studi kelayakan kebun seperti yang diatur dalam SK Mehutbun tetang IPK. Terdakwa juga telah meminta secara langsung kepada Waskito untuk mempercepat proses IPK bagi perusahaan-perusahaan itu sehingga akhirnya Waskito mengeluarkan persetujuan prinsip pemanfaatan kayu untuk perusahaan-perusahaan tersebut. Padahal, menurut JPU, keseluruhan perusahaan itu belum memenuhi persyaratan sesuai dengan SK Menhutbun tentang IPK dan IUP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006