"Sinyal itu di antaranya terlihat dari nilai IHSG maupun nilai tukar rupiah yang menguat tipis. Tentu, pencermatan makro ekonomi tidak akan terlihat dari sinyal sinyal sesaat, tetapi butuh waktu pencermatan hingga semua indikator makro ekonomi terkonstruksi pada tren yang positif," katanya di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, riuh politik beberapa bulan terakhir membuat pasar sempat tertahan menunggu momentum tersebut. Hadirnya seluruh komponen bangsa dalam acara pelantikan presiden memberi fondasi psikologis makro ekonomi yang akan kokoh.
"Hal itu paling tidak dari aspek politik domestik. Makro ekonomi tetap masih rentan terhadap faktor eksternal nonpolitik," kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Ia mengatakan pelaku ekonomi sudah mendapat sinyal jelas tentang transformasi kepemimpinan yang terbangun secara positif. Tidak ada alasan untuk terjadi "capital outflow" sehingga pasar modal dan pasar uang seharusnya menikmati "return" positif setelah terjadi penantian kepastian.
"Tantangan terberat pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam triwulan terakhir 2014 adalah menjaga laju inflasi di tengah isu rencana pengalihan subsidi BBM yang pasti akan berimplikasi pada kenaikan harga," katanya.
Selain itu, kata dia, rentannya nilai tukar rupiah pada faktor eksternal menjadi hal yang perlu dicermati.
"Mempertahankan nilai tukar bahkan mendorong hingga pada level Rp11.500-Rp12.000 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi tantangan sendiri bagi kabinet baru," kata Maruf.
(B015/M008)
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014