Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan dalam pemaparan di Jakarta, Senin, kebutuhan Rp10 triliun tersebut mempertimbangkan realisasi pembiayaan surat berharga negara hingga 20 Oktober 2014 yang telah mencapai Rp419,7 triliun.
"Tinggal dua kali lelang SUN dan dua kali lelang sukuk. Untuk SUN Rp8,5 triliun dan sukuk Rp1,5 triliun," kata Robert.
Dari realisasi pembiayaan Rp419,7 triliun tersebut, penerbitan SUN telah mencapai Rp345,6 triliun atau 97,6 persen dari target Rp354,2 triliun dan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencapai Rp74 triliun atau 98 persen dari target Rp75,5 triliun.
Robert mengatakan dari realisasi penerbitan surat berharga negara tersebut, sebanyak kurang lebih Rp50 triliun berasal dari penerbitan obligasi ritel, yang berarti memperlihatkan minat masyarakat terhadap instrumen ini makin meningkat.
"Hampir Rp50 triliun didukung dari masyarakat biasa, atau domestic investment. Ini bisa menjadi sumber pembiayaan baru untuk mengurangi pembiayaan dari asing," ujarnya.
Untuk strategi pembiayaan pada 2015, kata Robert, pemerintah akan melihat kondisi global terlebih dahulu sebelum merumuskan kebijakan terkait penerbitan surat utang, apalagi The Fed diperkirakan mulai melakukan normalisasi kebijakan moneter.
"Outlook bisa lebih ketat dengan normalisasi tingkat bunga di AS, kalau di sana naik, kemungkinan minat uang khususnya dari asing akan tertarik ke sana, tapi likuiditas cukup banyak dan yield Indonesia selalu menarik bagi investor," katanya.
Ia memastikan pemerintah masih akan menerbitkan SUN maupun sukuk, termasuk obligasi valuta asing dalam jumlah terbatas seperti global bond, sukuk global, euro bond maupun samurai bond untuk memenuhi pembiayaan APBN 2015.
Namun, Robert belum bisa mengatakan terkait kemungkinan pemerintah akan kembali melakukan strategi penerbitan obligasi mulai awal tahun (front loading) seperti tahun ini, karena rencana itu tergantung dari kebijakan The Fed.
"Belum kita putuskan, tapi strategi yang positif untuk mengeksekusi kebutuhan pembiayaan 2015 akan kita kaji, karena kita melihat ada normalisasi kebijakan di AS," ujar Robert.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014