Jakarta (ANTARA News) - Pemerintahan baru perlu mendorong reformasi ekonomi untuk menghadapi berbagai tekanan yang dihadapi Indonesia baik dari dalam maupun faktor global.
"Hal ini untuk mengatasi tekanan perekonomian yang terjadi akhir-akhir ini, dan semua perubahan tersebut bisa dilakukan apabila ada perbaikan yang diciptakan terutama dalam peraturan dan perundang-undangan," kata Ekonom DBS Gundy Cahyadi dalam konferensi pers "Ekonomi Dalam Ancaman Sandera Politik" di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa persoalan yang harus diselesaikan adalah defisit transaksi berjalan. Dengan inflasi yang relatif rendah diperlukan kebijakan moneter yang tepat.
"Penurunan suku bunga dipandang penting untuk mengejar pertumbuhan ekonomi," katanya.
Selain itu, Gundy mengatakan dalam satu bulan terakhir, rupiah merosot hingga 4 persen, padahal nilai tukar mata uang Asia lainnya rata-rata hanya turun 2 persen.
"Adanya kekhawatiran dari pasar atas efektivitas dan kelancaran program pemerintahan baru, turut menjadi salah satu faktor penyebab turunnya kurs rupiah dan IHSG," kata dia.
Menurutnya, langkah yang perlu diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan persoalan defisit transaksi berjalan tersebut adalah dengan memperluas kapasitas industri manufaktur dan tentunya mengurangi subsidi BBM.
Namun, di tengah berbagai tantangan, ia menilai bahwa masa depan ekonomi Indonesia tetap sangat menjanjikan karena dalam lima hingga 10 tahun kedepan Indonesia akan mendapatkan berkah "bonus" demografi dan kebangkitan kelas menengah.
"Ini seharusnya menjadi modal bagi pemerintah untuk menjalankan reformasi struktural dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada," katanya.
Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014