Beberapa obat dan vaksin yang potensial menjadi antivirus ini memang bekerja selama penelitian terhadap binatang dan berbagai uji klinis, namun saat uji di lapangan sulit dilakukan karena wabah itu sangat sulit diprediksi.
Pekan lalu, proses klinis dihindarkan ketika dua pekerja misionaris AS terinfeksi Ebola menerima obat eksperimental bernama ZMapp.
Melalui langkah yang tidak biasa, kedua misionaris bernama Kent Brantly dan Nancy Writebol itu diberi obat yang didatangkan dari AS ke Liberia.
ZMapp adalah campuran tiga antibodi monoklonal yang sebelumnya hanya diujikan kepada monyet-monyet yang terinfeksi Ebola.
Obat ini mencegah virus tersebut masuk dan menginfeksi sel darah, serta dikabarkan menstabilkan kedua orang itu sehingga cukup menguatkan mereka untuk diterbangkan pulang ke negerinya guna mendapatkan perawatan lebih jauh.
Satu-satunya perlakuan Ebola yang mencapai tubuh manusia adalah dengan menggunakan interferensi RNA. Pendekatan ini adalah dengan memanfaatkan molekul RNA untuk menghentikan DNA memproduksi protein, dan kemudian menghentikan virus dalam mereflikasikannya.
Obat bernama TKM-Ebola itu melindungi monyet-monyet manakala dalam waktu 30 menit dinjeksi virus tersebut. Namun sejumlah penelitian keamanan terhadap manusia ditangguhkan, sedangkan produsen obat mendapatkan banyak data dari Badan Makanan dan Obat-obatan AS (FDA) mengenai bagaimana sistem kekebalan tubah merespons dosis tinggi.
Yang lebih maju terjadi pada vaksin. Lembaga Kesehatan Nasional AS mengumumkan pekan lalu akan mempercepat pengujian sebuah vaksin yang didasarkan pada adenovirus yang tidak berbahaya.
Vaksin ini akan dicobakan ke tubuh manusia segera tahun ini dan akan tersedia di pasar di masa mendatang. Adenovirus ini berubah secara genetis untuk menghasilkan dua protein Ebola.
Sistem kekebalan dari orang yang tervaksinasi mengenali protein-protein ini dan menghasilkan antibodi-antibodinya sendiri ketika menghadapi virus Ebola yang sesungguhnya.
Vaksin ini dapat juga digunakan untuk mencegah sakit pada orang yang terinfeksi Ebola jika mereka cukup mendapatkan perawatan dini, demikian New Scientist.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014