Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan para tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk melakukan pengujian Undang-Undang No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Mahkamah Konstitusi pada Kamis memutuskan membatalkan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.
"Pasal 59 itu dibatalkan, karena di situ memang ada ketidakadilan di kalangan TKI yang bekerja di luar negeri," ujar kuasa hukum pemohon, Sondang Tampubolon, usai pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi di Jakarta.
Pasal 59 UU 39/2004 menyebutkan "TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan yang telah berakhir perjanjian kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerjanya, maka TKI yang bersangkutan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia."
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyatakan ketentuan yang mengharuskan TKI pulang dulu ke Indonesia untuk memperpanjang perjanjian kerja menyulitkan TKI yang bersangkutan.
"Ini akan menyulitkan TKI bersangkutan untuk kembali bekerja pada majikan yang sama, atau setidaknya memperoleh kembali pekerjaan dengan kualitas yang sama," ujar Maria Farida.
Pemohon sebelumnya mengajukan permohonan pengujian pasal tersebut karena menilai kepulangan TKI ke Tanah Air untuk mengurus perpanjangan perjanjian kerja sangat tidak efektif, dan berpotensi membuat TKI kehilangan kesempatan kerja pada majikan yang sama.
Pengguna jasa TKI menurut Pasal 1 angka 7 UU 39/2004 adalah instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan atau perseorangan.
TKI yang bekerja di bawah naungan lembaga atau instansi pemerintah dan badan hukum swasta, ditempatkan oleh Pemerintah dengan dasar perjanjian tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
Sementara TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) lewat mitra usaha di negara tujuan.
Perbedaan tata cara penempatan tersebut, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 59, akan memunculkan kesan diskriminasi karena TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan diwajibkan pulang terlebih dahulu ke Indonesia jika perjanjian kerjanya habis.
Sementara bagi TKI yang tidak bekerja pada pengguna perserorangan, tidak memiliki kewajiban untuk pulang terlebih dahulu jika perjanjian kerjanya berakhir.
"Jadi selama ini TKI sudah dapat majikan yang baik, tapi akhirnya terlempar ke majikan yang lain, ini membuat dilematis dan tidak adil untuk mereka," ujar Sondang.
Lebih lanjut Sondang menekankan bahwa perlu ada aturan teknis yang jelas dari pemerintah mengenai pemulangan TKI.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014