Peran pelatih juga penting untuk membentuk pemain berkualitas, selain pelatih tersebut juga harus berkualitas

Jakarta (ANTARA News) - Skenario masa depan berbalut harapan apa yang perlu digariskan dan dicanangkan oleh Badan Tim Nasional dan PSSI setelah Timnas Indonesia U-19 didera kegagalan di perhelatan Piala Asia 2014? Salah apa Garuda Jaya?

Fakta terhampar bahwa Evan Dimas dan kawan-kawan bersama masyarakat sepak bola nasional menjemput dan menyongsong salah satu tuah sepak bola, bahwa tidak ada banyak masa depan, tidak ada juga pilihan meraih harapan meraih kemenangan

Terbakar dan terpanggang oleh kata masa depan berbalut harapan itulah, gegap gempita ramai-ramai publik bola mendongkrak energi dengan menembang nada-nada optimisme di selasar monumen kemenangan dan kejayaan bangsa ini.

"Dukung sepenuhnya, dukung sepenuhnya, perjuangan Garuda Jaya!" Jangan pernah terguncang, jangan pernah terusik ragu.

Hanya saja, masa depan kini diibaratkan teriakan di tengah padang gurun lantaran hati berbisik "masih adakah masa depan?" kalau perjuangan pada akhirnya berbuah kegagalan lolos ke Piala Dunia U-20. Pesimisme mengendap di gulita malam panjang seakan tanpa garis finis.

Kalau saja masa depan berbalut harapan merupakan roh dari optimisme, maka Dewi Fortuna boleh jadi tidak ingin menyajikan skenario gado-gado di pinggan kemenangan dan kejayaan.

Harapan meredup, dalam tiga pertandingan penyisihan, ternyata skuat besutan pelatih Indra Sjafri senantiasa mendulang kekalahan di kolam optimisme kebangkitan sepak bola Indonesia. Salah apa Timnas Indonesia U-19? Senada dengan tanya nyinyir di media sosial pekan ini, salah apa Bekasi?

Timnas Indonesia U-19 tidak meraih poin setelah pada pertandingan terakhir Grup B di Wunna Theikdi Stadium, Nay Pyi Taw, Myanmar, Selasa (14/10), kalah 1-4 dari UEA. Sebelumnya, Garuda Jaya bertekuk lutut di hadapan Uzbekistan (1-3), dan berkubang di kolam kalah satu gol ketika melawan Australia. Tiga kekalahan yang mengadili dan memupus masa depan.

Lengkap sudah tiga kekalahan beruntun yang ditelan bulat-bulat oleh Timnas Indonesia U-19. Garuda Muda hanya bersandar di dasar klasemen Grup B dengan nol poin dari tiga pertandingan.

Bincang-bincang masa depan sepak bola nasional membetot perhatian dengan menampilkan kata-kata kunci memancing "sharing", bahwa kapan ya sepak bola Indonesia mampu meraih kemenangan di turnamen.

Bincang-bincang masa depan berbalut harapan tidak bisa dipisahkan dengan masa lalu. Narasi kemenangan mewarnai ziarah Timnas Indonesia U-19. Di bawah arahan Indra, Garuda Jaya mampu menjuarai Piala AFF 2013. Ini terang benderang merupakan prestasi pertama bagi Indonesia setelah 22 tahun tanpa gelar. Masa lalu yang membelenggu akhirnya

Pelatih asal Sumatera Barat tersebut kemudian membawa Indonesia lolos ke Piala Asia U-19, setelah Evan Dimas dan kawan-kawan menjadi juara grup pada babak kualifikasi. Atas prestasi itu, Indra mendapatkan perpanjangan kontrak mulai Oktober 2013 hingga Oktober 2015.

Masa lalu kerapkali mengusik dan meneror harapan. Masa lalu tidak jarang menyandera langkah maju meraih dan menyongong masa depan. Mengapa?

Daulat alam memproklamasikan bahwa membicarakan masa depan tidak bisa tidak mewacanakan masa lalu. Meminjam kata-kata bijak, perjalanan meniti ziarah hidup bakal lebih seksama ketika seseorang berhikmat dengan saat tiba kematian.

Kalau saja kekalahan dan kegagalan terlahir sebagai anak sah dari kematian yang sesaat, maka kekelaman Timnas Indonesia U-19 hanya sesaat dan seketika dari perjalanan meniti harapan menuju Tanah Terjanji kemenangan di masa depan.

Praktisnya, Badan Tim Nasional (BTN) bersama dengan PSSI bersama seluruh rakyat Indonesia yang mengasihi sepak bola sebagai oase dari energi kebersamaan, saatnya mendesak untuk menyuntikkan serum masa depan bagi skuat Garuda Jaya.

Rumus matematisnya, harapan merupakan hasil penambahan dari masa lalu dan masa depan. Mereka yang mengingkari masa lalu, tidak berhak memperoleh masa depan. Saatnya, BTN dan PSSI menggelar topik wacana bertajuk proyeksi bagi Timnas Indonesia U-19 lima tahun ke depan.

Bukankah BTN dan PSSI seia-sekata memproyeksikan Evan Dimas dan kawan-kawan untuk tampil membela panji Indonesia di ajang SEA Games 2017?

"Untuk timnas U-19 ini BTN menyiapkan mereka untuk SEA Games 2017 karena empat tahun lagi umur mereka maksimal 23 tahun. Jadi, tentu kami akan cari pemain-pemain terbaik. Kami yakin banyak pemain-pemain bertalenta di Tanah Air yang belum terpantau," kata Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin di Kantor PSSI, Jakarta, Senin (23/9/2013).

Pernyataan itu tercetus setelah Timnas U-19 sukses meraih gelar juara Piala AFF U-19 2013. Indonesia menjuarai Piala AFF U-19 setelah pada babak final menang adu penalti 7-6 atas Vietnam di Gelora Delta Sidoarjo, Minggu (22/9/2013). Adu penalti dilakoni setelah kedua kubu bermain imbang tanpa gol hingga akhir babak tambahan.

Gayung bersambut meraih masa depan gemilang. Ketua BTN La Nyalla Mattalitti secara trengginas segera melakukan evaluasi dengan cermat agar menelorkan rekomendasi tepat sasaran.

"Sepulang dari Myanmar, kami baru akan melakukan evaluasi dengan cermat, agar bisa menghasilkan rekomendasi yang terbaik," kata La Nyalla.

Tekad BTN dan PSSI menyongsong harapan sedikit terusik dan terkendala oleh pernyataan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo yang merekomendasikan pemisahan untuh sementara para atlet Timnas Indonesia U-19. Langkah itu ditempuh dan dilakukan untuk mengurangi kejenuhan setelah bertanding di ajang berskala internasional yang nota bene bertensi relatif tinggi.

Langkah itu boleh jadi diutarakan lantaran dilatarbelakangi oleh keperluan memberi pengalaman bertanding bagi penggawa Timnas Indonesia U-19.

"Meskipun saya percaya penuh pada PSSI, saya merekomendasikan agar para atlet berkarier dulu di klub masing-masing atau kalau mau, dibentuk klub baru mereka tidak disatukan dalam satu tim yang sama," kata Roy setelah melepas kontingan Indonesia untuk Asian Para Games 2014 di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Selasa (14/10/2014) malam.

Hanya saja, pernyataan Menpora itu memuat kontradiksi dengan rumus matematis bahwa harapan merupakan hasil penambahan dari masa lalu dan masa depan. Mereka yang mengingkari masa lalu, tidak berhak memperoleh masa depan.

Apakah dengan memisahkan skuad Timnas Indonesia U-19 dengan "menitipkannya" di klub-klub nasional ada jaminan kualitas permainan mereka mampu naik kelas di masa depan?

Kenyataannya, tidak semua klub nasional memiliki struktur pelatih yang lengkap, mulai dari pelatih kepala, pelatih kiper, pelatih fisik, sampai fisioterapis.

Tanpa hendak meremahkan dogma bahwa timnas yang kuat dan tangguh terlahir dari roda kompetisi nasional yang berkesinambungan, maka BTN dan PSSI perlu melakukan identifikasi mengenai masa lalu dan masa depan Garuda Jaya.

Pada segmen masa lalu, tim ini berasal dari seleksi pemain yang relatif ketat dengan ditopang personel pendukung yang mumpuni, dari pelatih kiper sampai ahli gizi. BTN bersama Indra Sjafri membuat kriteria untuk masuk seleksi ke timnas yang ketat, di antaranya VO2Max yang tinggi yaitu di atas 50.

Roda proses seleksi pemain timnas selama ini kerapkali menjadi masalah utama sepak bola Indonesia. Salah satu masalah krusial timnas Indonesia, yakni para pemainnya banyak yang memiliki kapasitas VO2Max di bawah standar. VO2Max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh saat berkegiatan intensif.

Pada segmen masa lalu, skuad timnas U-19 sebagian besar diisi oleh pemain-pemain timnas U-17 yang sukses meraih gelar juara turnamen HKFA di Hongkong pada 2012 dan 2013. Untuk ajang turnamen Piala AFF U-19, pelatih Indra memadukan mereka dengan beberapa pemain yang berasal dari Sociedad Anonima Deportiva (SAD) di Uruguay.

Nah, pada segmen masa depan, apakah tidak lebih baik permainan umpan-umpan pendek cepat yang menjadi ciri khas Evan Dimas dan kawan-kawan terus dikembangkan dengan mencari skema berlatih yang intensif dengan berguru di negara Tiki Taka untuk mencari guna menemukan ide-ide baru.

Tantangannya ke depan, perlu ditinjau pelatnas jangka panjang yang de facto belum membuahkan hasil positif, bahkan kerapkali bentrok dengan jadwal-jadwal pertandingan klub, belum lagi soal ketersediaan lapangan berlatih bagi timnas. Tantangan krusial lainnya, kualitas pelatih.

Mantan Pelatih Timnas Indonesia, Danurwindo menyatakan, "Kita juga perlu memiliki banyak pelatih berkualitas."

"Pemain yang dipanggil timnas pasti berasal dari klub. Di klub tersebut, pelatih juga harus menanamkan taktik dan strategi yang baik kepada pemain. Peran pelatih juga penting untuk membentuk pemain berkualitas, selain pelatih tersebut juga harus berkualitas."

Dengan begitu, apakah masa depan Timnas Indonesia U-19 memerlukan pelatih baru yang mampu meningkatkan kualitas permainan mereka dengan mengembangkan sisi positif yang telah ditanamkan oleh Indra Sjafri?

Tanpa hendak menganggu konsentrasi persiapan Timnas Indonesia senior menghadapi Piala AFF 2014, tangan dingin dan pengalaman Alfred Riedl perlu mendapat perhatian serius untuk membesut Garuda Jaya di masa depan.

Pelatih asal Austria ini telah malang melintang mengetahui karakteristik sepak bola Asia, termasuk Indonesia. Dan mata elang Riedl telah membidik Evan Dimas dan Maldini Pali untuk bergabung bersama timnas Indonesia.

Pepatah Latin klasik menyatakan "pulchrum est digito monstrari et diceri: hic est!", yang artinya, adalah sesuatu yang bagus apabila orang dengan jarinya menunjuk kepada kita dan berkata: inilah dia (orang hebat itu!).

"Mudah-mudahan mereka dapat tumbuh dengan baik. Makanya kami berharap klub bisa memberikan kesempatan pada pemain muda ini terus berkembang," kata Indra, pelatih asal Sumatra Barat itu.
(T.A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014