Jakarta (ANTARA News) - Manajemen PT Garuda Indonesia beserta beberapa pejabat dan awak penerbangan GA-974 yang ditumpangi aktivis HAM Munir pada 6 September 2004, sebagai tergugat dalam gugatan perdata yang diajukan oleh istri Munir, Suciwati, meminta agar gugatan itu dicabut sebelum proses mediasi atau perdamaian dilaksanakan. Kuasa hukum Suciwati, Asfinawati, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, usai proses mediasi pertama di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu, mengatakan mereka mendapat surat pernyataan tertulis dari kuasa hukum tergugat, Wirawan Adnan, yang meminta agar gugatan Suciwati dicabut. "Intinya, mereka tidak akan melakukan mediasi sebelum gugatan kita dicabut. Tentu itu sangat aneh. Justru, perkara ini jalan atau tidak kalau mediasi ini berjalan," kata Asfinawati. Dalam proses mediasi, lanjutnya, Hakim PN Jakarta Pusat Agus Subroto yang ditunjuk sebagai mediator pun memberikan penjelasan kepada kuasa hukum tergugat bahwa mediasi justru diperlukan untuk menentukan apakah perkara harus dilanjutkan atau tidak. Dalam pernyataan tertulis yang disampaikan oleh kuasa hukum pihak tergugat, menurut Asfinawati, kuasa hukum tergugat juga menyatakan mereka belum tentu bertanggungjawab terhadap kematian Munir, karena bisa saja Munir diracun saat transit di Bandara Changi, Singapura, ketika tidak berada di dalam pesawat Garuda. Para tergugat dalam pernyataan tertulisnya juga mengutip keputusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) pada 3 Oktober 2006, yang membebaskan pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dari dakwaan membunuh Munir. Asfinawati menilai, para tergugat tidak mengerti gugatan perdata yang diajukan oleh Suciwati karena para tergugat mencampuradukkan unsur pidana dengan gugatan perdata. "Mereka belum paham betul isi gugatan. Karena yang kami dalilkan dalam gugatan adalah maskapai penerbangan ketika mengangkut penumpang harus bertanggung jawab atas keamanan dan kenyamanan penumpang, dan mereka gagal melakukan itu. Fakta tentang ada penumpang yang meninggal di pesawat mereka itu tidak dapat dibantah," katanya. Proses mediasi yang dihadiri oleh kuasa hukum penggugat dan tergugat akhirnya ditunda hingga 20 November 2006. Menurut Asfinawati, pada mediasi yang hanya berlangsung selama 15 menit itu, kuasa hukum pihak tergugat tidak memiliki surat kuasa khusus untuk proses mediasi sehingga akhirnya mediasi tidak memenuhi syarat. Pada proses mediasi mendatang, pihak penggugat dan tergugat akan saling memberi tawaran untuk proses perdamaian. Suciwati sebagai penggugat dalam tawarannya meminta audit investigasi PT Garuda dengan syarat penggugat yang membentuk tim audit dan berhak memilih orang-orang yang akan menjadi anggota tim tersebut. Audit akan dilakukan terhadap keseluruhan kinerja PT Garuda, riwayat serta dokumen pekerja Garuda, khususnya yang menjadi tergugat, dokumen terkait penerbangan GA-974 tanggal 6 September 2006, serta dokumen struktur organisasi, tata kelola, dan standar kualifikasi setiap posisi. Suciwati juga meminta permohonan maaf dari PT Garuda dengan kalimat "Kepada seluruh rakyat Indonesia dan pengguna jasa penerbangan Garuda serta Keluarga Besar (alm) Munir, atas nama manajemen Garuda dengan ini kami meminta maaf atas kesalahan kami sehingga penumpang kami, Munir, meninggal karena diracun di pesawat kami dikarenakan kami lebih memperhatikan kepentingan Badan Intelejen Negara dibanding penumpang kami". Pernyataan maaf itu diminta dimuat di 12 media massa terkemuka selama tujuh hari berturut-turut. Suciwati menggugat secara perdata manajemen Garuda serta sebelas pejabat dan karyawannya, yaitu mantan Direktur Utama PT Garuda, Indra Setiawan, Direktorat Strategi dan Umum Ramelgia Anwar, Flight Support Officer Rohainil Aini, Pollycarpus Budihari Priyanto, serta enam awak pesawat GA-974 rute Jakarta-Singapura yang ditumpangi Munir pada 6 September 2004. Dalam gugatannya, Suciwati menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menjaga keselamatan, keamanan, dan kenyamanan Munir selama penerbangan, yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh para terdakwa. Para tergugat diminta untuk membayar kerugian yang dialami oleh Suciwati sebesar Rp14,329 miliar, yang terdiri atas kerugian immateriil sebesar Rp9.000.700.400 yang diambil dari nomor penerbangan GA-974, kerugian materiil sebesar Rp4,028 miliar, serta jasa pengacara sebesar Rp1,3 miliar. Kerugian materiil yang dialami Suciwati dihitung berdasarkan kehilangan penghasilan Munir sejak September 2004 hingga usia 65 tahun sebesar Rp3,389 miliar, biaya pendidikan dua anak Munir hingga jenjang Strata-1 sebesar Rp557 juta, biaya kesehatan dua anak Munir sebesar Rp71 juta, biaya pendidikan ke Belanda yang sudah dikeluarkan Munir sebesar Rp6 juta, serta biaya pemakaman Rp3 juta. Penggugat juga meminta agar para tergugat dijatuhi sanksi administratif sesuai dengan tingkat kesalahan masing-masing. Dalam gugatannya, Suciwati juga meminta agar manajemen PT Garuda membuat monumen peringatan atas kematian Munir yang diletakkan di halaman kantor PT Garuda.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006