Banjarmasin (ANTARA News) - Tujuh orang mantan anggota DPRD periode 2009-2014 bersaksi dalam kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial Pemprov Kalimantan Selatan tahun anggaran 2010 senilai Rp27,5 miliar.
Tujuh mantan anggota DPRD Kalimatan Selatan yang dihadirkan JPU sebagai saksi dalam persidangan Selasa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin meliputi Gusti Perdana Kusuma (Partai Golkar), H Achmad Bisung (Partai Demokrat), Burhanuddin (Partai Bintang Reformasi), dan Husaini Suni (Partai Keadilan Sejahtera).
Kemudian H Abdul Munasib Halike (Partai Hati Nurani Rakyat), serta dua orang dari Partai Amanat Nasional, Sugeng Soesanto dan Maitri Puspa Kosasih.
Dari tujuh orang itu hampir semuanya tidak menjabat lagi pada periode 2014 - 2019, kecuali Achmad Bisung yang memasuki periode ketiga atau terpilih kembali pada Pileg April lalu.
Mereka bersaksi untuk tiga orang terdakwa, yaitu mantan Asisten II Pemprov setempat H Fitri Rifani, mantan Karo Kesra Pemprov tersebut H Anang Bachranie, serta staf bendahara Sarmili.
Sidang dengan Majelis Hakim yang diketuai Chris Fajar, serta anggotanya Feri Sarmin dan Agus Salim tersebut menghimpun keterangan dari para saksi mengenai persetujuan tambahan dana alokatif dari APBD hingga Rp27,5 miliar untuk Bansos dan proposal masyarakat yang masuk melalui mereka.
Saat ditanya Majelis Hakim, apakah mereka mengetahui terkait dana alokatif untuk bansos hingga menjadi sebesar Rp27,5 miliar tersebut? Secara kompak para saksi menyatakan tidak tahu dengan alasan tidak menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kalsel.
Dari keterangan Majlis Hakim, bahwa dana alokatif Bansos yang semula hanya dialokasikan Rp16,5 miliar kemudian ditambah Rp11 miliar yang disetujui dalam rapat Banggar Dewan bersama Pemprov pada 2009, para saksi menyatakan tidak mengetahui itu.
"Lalu bagaimana kalian tahu akan ada dana bantuan sosial yang bisa didapat masyarakat yang proposalnya diserahkan lewat tangan anggota DPRD?," tanya Majlis Hakim.
Mereka rata-rata memberi keterangan, mengetahui adanya dana Bansos untuk masyarakat di Biro Kesra, tapi tidak mengetahui terkait dana alokatif yang alokasinya sebesar Rp27,5 miliar tersebut.
Bagi mereka, semua proposal masyarakat yang masuk baik melalui anggota dewan ataupun lewat fraksi akan mereka perjuangkan untuk bisa dibantu.
"Memang setiap proposal masyarakat yang langsung lewat tangan saya diberi surat pengantar bertandatangan yang bunyinya mohon dibantu, demikian saja," aku Sugeng Soesanto dari PAN.
Achmad Bisung (Partai Demokrat) juga mengakui, proposal masyarakat yang masuk untuk minta diuruskan lewat dirinya sangatlah banyak, dan terpaksa dipilah yang prioritas lebih diperjuangkan.
"Ya, harus bagaimana lagi, masyarakat mengharapkan kita untuk memperjuangkan, tentunya kita sebagai wakil mereka harus memperjuangkannya. Tapi yang pasti kita tidak ada yang menyelewengkan," tegasnya.
Baik Achmad Bisung maupun saksi lainnya yang dihadirkan membantah terlibat adanya temuan proposal palsu atau tok palsu pada penggeledahan di gedung DPRD Kalsel oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) setempat.
Sidang dengan tiga terdakwa tersebut makan waktu lama, yakni dari pukul 09.00 Wita hingga pukul 20.30 WITA, yang sebelumnya sidang menghadirkan saksi hampir seluruh staf fraksi di DPRD Kalsel.
Pewarta: Syamsuddin Hasan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014