Jakarta (ANTARA News) - Penggunaan enzim katalis dan zat adiktif dalam teknologi granulasi sampah dapat meningkatkan efektivitas kerja pupuk kompos
Sigit Agus Himawan, seorang peneliti pupuk dan kesuburan tanah, mengatakan di Jakarta Rabu bahwa kerja kompos yang selama ini lambat (slow release), bisa menjadi lebih cepat apabila diolah lagi dengan menambahkan zat adiktif dan enzim tertentu.
Menurutnya, kompos selama ini jarang digunakan oleh petani karena kerjanya yang lambat, padahal penggunakan pupuk organik ini akan sangat membantu dalam mengurangi volume sampah maupun menyuburkan tanah.
"Petani umumnya malas menggunakan kompos karena baru kelihatan hasilnya setelah tiga kali musim tanam. Itu pun dengan dosis yang sangat banyak," katanya.
Tiap satu hektar lahan tanaman padi setidaknya diperlukan dua ton kompos dan 20 ton per hektar untuk tanaman sayuran.
Menurut Sigit, teknologi pembuatan kompos yang telah disempurnakan itu merupakan hasil temuannya pada 1997 dan terbukti dapat meningkatkan efektivitas penggunaan kompos pada lahan pertanian.
"Saya menyebutnya teknologi granulasi kompos," katanya sembari menambahkan bahwa proses pembuatannya sangat sederhana hanya dengan mensubsitusikan enzim dan zat aditif dalam kompos yang sudah jadi.
Zat-zat hasil temuan Sigit itu berfungsi sebagai katalisator yang dapat mempercepat pembelahan sel mikroba dalam tanah sehingga mampu memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah.
"Dosis penggunaannya pun tidak banyak, hanya tiga ton per hektar dan bentuknya butiran jadi lebih praktis," katanya.
Pupuk kompos granular itu juga terbukti dapat meningkatkan produtivitas pertanian di sejumlah daerah yang menggunakannya sejak 2003 (yaitu Karawang, Mojokerto, Malang, dan sebagainya).
Sigit mengatakan, pada awal penggunaan pupuk kompos granular, produktivitas padi meningkat 20 hingga 30 persen.
"Peningkatan akan terus terjadi saat dosis dinaikkan," katanya.
Pada aplikasi pertama di lahan padi di Karawang, Jawa Barat, saat pupuk kompos granular dan pupuk anorganik diterapkan dengan perbandingan 1:3 terjadi kenaikkan hasil menjadi 6,5 ton/ha dari semula tanpa pupuk kompos hanya 5 ton/ha.
"Jumlahnya terus meningkat saat dosis kompos dinaikkan 50 persen produktivitas padi menjadi 7,1 ton/ha dan saat dinaikkan lagi dosisnya 75 persen produktivitas padi menjadi 8,3 ton/ha," katanya.
Menurut dia, hasil fisik dari bulir padi juga tampak lebih baik dibandingkan sebelumnya sehingga meningkatkan harga jual sekitar Rp100 sampai Rp200 per kg.
"Upaya itu sekaligus untuk mendorong petani menerapkan pertanian organik di sawah mereka," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006