Jakarta (ANTARA News) - Pembayaran tunjangan profesi guru tahun 2015 mencapai Rp80 triliun dengan rincian Rp72 triliun tunjangan untuk tahun berjalan dan Rp8 triliun tunjangan tahun 2014 yang belum ditransfer ke daerah.
"Pembayaran tunjangan profesi guru untuk tahun 2015 yang mencapai Rp80 triliun sama dengan anggaran Kemdikbud per tahunnya. Jumlahnya terus meningkat dan menyedot APBN. Namun sayangnya, peningkatan budget pembayaran tunjangan guru itu tidak diimbangi dengan peningkatan mutu guru," kata Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad di Jakarta, Selasa.
Kepada pers usai membuka Lokakarya Pemerataan dan Distribusi Guru yang diselenggarakan USAID Prioritas, Hamid mengatakan bahwa Bappenas sempat mempertanyakan terkait dana tunjangan profesi guru yang menyedot anggaran besar kemudian dampak yang diperoleh terhadap mutu pendidikan di Tanah Air.
"Kenyataannya berbanding terbalik. Dari hasil survei menyebutkan ternyata pemberian tunjangan profesi tidak meningkatkan mutu guru dan prestasi peserta didik tidak mengalami perubahan signifikan," katanya.
Karena itu, ujar Hamid, terkait tunjangan guru ada kemungkinan kedepan sesuai saran dari Bappenas maka pemberian tunjangan guru akan diberikan berdasarkan kinerja guru berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) Kemdikbud.
Ia mengatakan pencairan tunjangan sertifikasi akan selesai tahun 2016. "Tetapi kami sudah mengingatkan sekolah bahwa kedepan tunjangan profesi hanya diberikan kepada guru-guru yang mengajar dengan standar 20 murid dalam satu kelas. Dan ketentuan jumlah minimal siswa hanya berlaku di sekolah-sekolah di perkotaan saja dan tidak berlaku untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T)."
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan besarnya anggaran untuk pembayaran tunjangan profesi guru terjadi karena dilakukan secara bertahap jadi wajar saja bila dihitung menjadi besar.
"Ini bukan pemborosan APBN. Pemerintah hendaknya tidak memanipulasi seolah-olah anggaran tersedot untuk membayarkan tunjangan guru, sebab nanti pada tahun 2015 sudah selesai karena semua guru diharapkan sudah menerima sertifikasi guru".
Terkait peningkatan budget APBN untuk pembayaran tunjangan profesi namun tidak diimbangi dengan peningkatan mutu guru, Sulistiyo mengatakan kondisi peningkatan mutu guru tidak serta merta terjadi karena memang butuh waktu.
"Tidak sekonyong-konyong setelah menerima tunjangan profesi kemudian dituntut peningkatan mutu guru. Tetap harus ada peran pemerintah untuk melibatkan guru dalam berbagai pelatihan dan sebagainya".
Kebijakan Pendidikan
Sebelumnya, Ketua Umum PGRI Sulistiyo pada acara peluncuran buku "Pendidikan untuk Transformasi Bangsa: Arah Baru Pendidikan untuk Perubahan Mental" menyatakan hingga sekarang masih banyak kebijakan pendidikan yang sesungguhnya kurang bermutu, kurang berwawasan, bahkan berisiko gagal dalam mewujudkan kualitas manusia Indonesia yang mampu bersaing pada era global.
"Masih cukup banyak tantangan pembangunan pendidikan ke depan. pada pergantian pemerintahan, di awal pemerintahan baru yang mencanangkan perubahan besar dengan ide revolusi mental, PGRI merasa perlu untuk memikirkan ulang dan menyumbangkan pikiran tentang sistem pendidikan nasional," katanya.
Revolusi mental memberikan arah baru bagi operasi pendidikan Indonesia. Pendidikan harus dipandang sebagai sebuah proses kebudayaan yang mengembangkan daya pikir, daya karsa, daya karya dan daya raga yang sesuai dengan jenjang pendidikan dan tingkat pertumbuhan peserta didik, katanya.
"Oleh karena itu, perlu diwujudkan sebuah gerakan nasional "revolusi mental" sebagai sebuah reformasi mendasar dan menyeluruh dalam melakukan perbaikan sistem pendiidkan nasional dalam waktu yang bersamaan," katanya.
Pewarta: Zita Meirina
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014