Ternyata pas dibuka kosong melompong

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar brankas yang disita dari kantor Bupati Karawang Ade Swara dalam penyidikan dugaan tindak pidana pemerasan dalam pengurusan pengurusan izin Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atas nama PT Tatar Kertabumi.

"Tadi buka brankas, dilihat isinya ternyata kosong. Hasil penyitaan dulu kan ada brankasnya. Barusan saya diminta menjadi saksi untuk membuka brankas itu secara paksa," kata Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Karawang Teddy Rusfendi seusai menyaksikan pembukaan brankas di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Brankas tersebut disita dari penggeledahan di kantor bupati Karawang pada 19 Juli 2014.

"Waktu itu brankasnya tidak bisa dibuka, akhirnya tadi dibuka secara paksa. Isinya kosong. Waktu itu kan saya yang menyaksikan penyitaan barang di sana. Brankasnya dari kantor, untuk persediaan," tambah Teddy.

Menurut Teddy, brankas tersebut sebelum penyitaan memang tidak digunakan.

"Tadinya brankas untuk bendahara, tapi ternyata tidak digunakan, oleh bupati juga tidak digunakan, sampai kuncinya hilang dan tidak bisa dibuka, makanya dibuka secara paksa," ungkap Teddy.

Bendahara bupati, menurut Teddy, biasa menyimpan surat-surat berharga dalam brankas tersebut.

"Untuk menyimpan uang untuk kegiatan rutin dan surat-surat berharga, kalau uang dapat digunakan langsung untuk kegiatan," tambah Teddy.

Brankas kosong berukuran sekitar 50 x 30 cm itu kemudian dibawa lagi ke Karawang oleh Teddy.

"KPK kan sudah tidak memerlukan lagi, makanya KPK minta ke kami karena brankasnya akan dirusak. Makanya disaksikan untuk dibuka. Kalau ada apa-apa di dalam kan disita, ternyata pas dibuka kosong melompong," ungkap Teddy.

Ade Swara pada hari ini juga mendapatkan perpanjangan penahanan ketiga kali.

"Perpanjangan untuk ASW (Ade Swara) untuk 30 hari," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharga Nugraha.

Kasus ini bermula dari penangkapan Ade Swara dan istrinya Nurlatifah pada 18 Juli 2014 lalu karena diduga menerima suap sebesar 424.349 dolar AS atau sekitar Rp5 miliar dalam pengurusan izin Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atas nama PT Tatar Kertabumi.

KPK menyangkakan Ade dan Nur dengan pasal 12 e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahn 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, KPK juga menyangkakan keduanya dengan tindak pidana pencucian uang dan mengenakan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menyamarkan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014