Kupang (ANTARA News) - Sekitar 55 persen dari total 2.253 lebih sarana irigasi di Nusa Tenggara Timur yang dibangun dalam kurun waktu 10 lalu, mengalami penurunan fungsi, kata Gubernur NTT Frans Lebu Raya.
"Penurunan fungsi itu karena telah termakan usia bangunan dan minimnya biaya operasional dan perawatan kondisi bendung yang rusak sehingga ikut menurunkan debit air dan berdampak pada kekurangan air bersih," katanya di Kupang, Senin.
Selain karena usia bangunan, berdasarkan laporan Dinas Pekerjaan Umum dan Pangairan NTT, penurunan fungsi sekitar 55 persen prasarana irigasi juga akibat minimnya biaya operasional dan perawatan kondisi bendung yang rusak, akibat banjir yang berlebihan karena degradasi daerah irigasi sungai dan belum optimalnya kapasitas lembaga pengelola irigasi.
Gubernur Lebu Raya menyebut Keputusan Menteri (Kepmen) PU 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi jumlahnya mencapai 2.253 itu dan yang teridentifikasi sebagai daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat sebanyak 23 buah dengan luasannya 87.994 hektare.
Daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi sebanyak 37 buah dengan luasan mencapai 56.295 hektare.
Daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota di NTT sebanyak 1.194 unit dengan luasannya mencapai 130.906 hektare.
Berdasarkan data, rata-rata prasarana irigasi tersebut masih dalam kategori baik dan berfunsi maksimal, kecuali yang telah dibangun di bawah 2000, mengalami penurunan fungsi karena kerusakan akibat umur bangunan.
Dia menyebut permasalah yang sering ditemui adalah kondisi jaringan irigasi belum lengkap dan belum teknis atau permanen, letak jaringan irigasi utama di lereng yang labil dan mudah longsor ataupun di bantaran sungai, sehingga pada musim hujan sering terjadi kerusakan pada bangunan irigasi.
Ia mengatakan wilayah NTT setiap tahun pasti dilanda kekeringan karena berada pada jalur kering dengan musim basah hanya empat bulan dan delapan bulan musim kering.
"Apabila ditarik garis lurus, tingkat pencapaian target pembangunan infrastruktur penampung air, seperti embung-embung baik skala besar dan kecil, maka realisasinya belum seberapa bahkan terkesan terjadi stagnan dari tahun ke tahun," katanya.
Hal itu, kata dia, akibat kemampuan keuangan negara dan keterbatasan sumber daya manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber air yang telah dan akan dibangun untuk kepentingan bersama.
Pemerintah Nusa Tenggara Timur membutuhkan dana sekitar Rp15 miliar untuk mengatasi krisis air bersih dan kekeringan yang melanda 15 kabupaten di wilayah provinsi kepulauan itu, dampak El Nino.
"Kita membutuhkan dana sekian, namun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hanya mengalokasikan Rp7 miliar untuk NTT dalam upaya menanggulangi krisis air bersih dan kekeringan yang tengah melanda," katanya.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014