Jakarta (ANTARA News) - Trade Expo Indonesia (TEI) 2014 merupakan gambaran eksotika hasil kerajinan anak negeri yang bernilai seni tinggi, khas dan unik, serta mencerminkan keanekaragaman budaya nusantara yang mampu memukau investor nasional dan internasional.
Trade Expo Indonesia 2014 (TEI) ke-29 di di Jakarta Internasional Expo bertema Towards Green Business yang dimulai Rabu (8/10) hingga Minggu (12/10) ini, mampu menarik perhatian calon investor dunia untuk memasarkan berbagai kerajinan anak bangsa di pasar global atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Kegiatan berstandar internasional ini diikuti sekitar 2.000 peserta dengan target pengunjung sebanyak 10.000 orang, termasuk pengunjung dari pengusaha dari seluruh dunia. Mereka tidak hanya sekedar berkunjung, melihat dan mengetahui apa saja yang dipamerkan, tetapi juga dapat bertransaksi atau menjalin kerja sama dengan perajin yang telah menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
Pameran kerajinan ini ditekankan pada kesinambungan perajin menjalankan usaha hijau, atau produk yang dibuat dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan dan sosial sehingga produk yang dihasilkan tidak sekadar memenuhi standar fungsi dan estetika.
TEI menampilkan 10 jenis produk bernilai ekspor lokal di antaranya tekstil dan produk tekstil, elektronik, karet dan produk karet, produk kayu dan pulp dan furnitur, produk kimia, produk logam, dan otomotif.
Inti dari kegiatan yang berstandar internasional ini, sebagai ajang promosi dan uji coba berbagai produk usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk bisa bersaing pada pasar bebas nanti.
Para pelaku UMKM juga dapat menjadikan TEI sebagai ajang pembelajaran untuk meningkatkan kualitas produk dalam menyambut MEA 2015.
"Dengan adanya pameran berstandar internasional sangat bermanfaat dan membantu pelaku UKM untuk meningkatkan daya saing produk," kata perwakilan usaha kecil menengah (UKM) Babel, D. Mahendra Djusman di Trade Expo Indonesia 2014, Jakarta.
Ia mengaku, dari TEI tahun ini banyak pelajaran yang diperoleh, misalnya bagaimana meningkatkan kualitas produk yang menarik, kemasan, pemasaran, manajemen pengelolaan produk yang baik, higienis dan lainnya.
"Dengan adanya pameran ini, produk lokal yang dipamerkan diketahui investor nasional dan internasional, bahkan ada sebagian investor atau pengusaha yang berminat berinvestasi mengembangkan atau membeli produk lokal seperti kain cual, terasi, kemplang, kerajinan kerang dan lainnya," ujarnya.
Menurut dia, selama ini berbagai hasil kerajinan lokal masih banyak diketahui pasar, sehingga perajin kesulitan memasarkan dan mengembangkan usahanya.
"Perajin paling tidak mendapatkan strategi bagaimana menghadapi dan bersaing pada pasar bebas nanti," ujarnya.
Demikian juga, perwakilan UKM Kalimantan Barat, Rupinah menyatakan, TEI ini sangat membantu perajin untuk mempersiapkan diri menghadapi persaingan pasar global tahun depan.
"Selama ini, kita hanya memasarkan produk kepada agen atau pengumpul di pasar lokal, namun dengan adanya pameran ini perajin bisa bertemu dan berdialog dengan pengusaha nasional dan internasional," ujarnya.
Menurut dia, sebagian besar pengusaha yang berkunjung ke stan Kalimantan Barat sangat meminati hasil kerajinan khas Dayak tersebut dan berkeinginan untuk berimvestasi dan menjalin kerja sama memasarkan hasil kerajinan tersebut.
"Kami senang dan optimistis dapat bersaing di pasar bebas nanti, karena pameran ini menjadi ajang perbandingan antara kerajinan yang dihasilkan dengan kerajinan dari daerah lainnya, sehingga kami bisa mengetahui kekurangan kerajinan yang harus ditingkatkan lagi," ujarnya.
Sementara itu, perajin Batik Suka Maju Wukirsari Imogiri Bantul Yogyakarta, Agus Basuki mengaku 600 perajin batik tulis siap menghadapi persaingan pasar bebas nanti, karena produk tradisional ini memiliki ciri khas tersendiri.
"Kami tidak khawatir akan persaingan pasar bebas nanti, karena kualitas dan batik tulis tradisional yang sulit ditiru produk lainnya," katanya.
Ia mengatakan, Wukirsari Imogiri Bantul merupakan daerah sentra batik tulis di Yogyakarta, dan pengerjaan batik tersebut telah dilakukan dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga kelestarian membatik tetap terjaga.
"Selama ini, pembeli dari luar negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Afrika dan negara lainnya yang datang membeli langsung hasil batik perajin, sehingga perajin tidak perlua khawatir pada pasar bebas nanti," ujarnya.
Saat ini, kata dia, permintaan akan batik tulis pasar internasional didominasi dari pasar Jepang yang mencapai 100 lembar per bulan, Amerika Serikat 50 lembar, Afrika sebanyak 50 lembar, dan pasar Belanda sebanyak 50 lembar per bulan.
"Selama ini, pangsa pasar batik tulis ini dari kalangan ekonomi menengah ke atas, karena harga batik ini cukup tinggi dari Rp300 ribu per lembar hingga Rp10 juta per lembar tergantung jenis motif yang diminati konsumen," ujarnya.
Direktur Mutigo Indonesia, Fatmi Woro Dwimartanti mengatakan, berbagai jenis mebel jati, mebel minimalis, mebel ukir, mebel jati ukir memiliki mempunyai kualitas yang sangat baik dari segi desain yang menawan karena kombinasi yang tepat dan juga kualitas konstruksi yang kokoh dan kuat karena pilihan kayu yang proporsional.
"Permintaan mebel jati ini mencapai dua kontainer per bulan dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, apalagi memasuki pasar MEA 2015," ujarnya.
Namun demikian, kata dia, produksi mebel perajin belum mampu memenuhi permintaan pasar internasional dan nasional yang tinggi.
"Produksi mebel jati masih kurang, karena pengerjaan mebel ini dilakukan secara tradisional untuk menghasilkan seni ukiran yang berkualitas," ujarnya.
Menurut dia, pengerjaan yang dilakukan secara tradisional ini yang membuat mebel jati Indonesia dikenal di pasar internasional, jika pengelolaan mebel ini dengan mesin tentu hasilnya akan umum saja.
"Keunggulan mebel jati sehingga menjadi top brand terletak pada keunggulan di segala sisi detail interiornya. Maka tidak heran jika mebel ini terlihat lebih menawan dan istimewa dari segi desainnya dan lebih terasa nyaman dan kokoh dari segi konstruksinya," ujarnya. (SDP-65/KWR)
Oleh aprionis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014