Jakarta (ANTARA News) - Tim penasihat hukum Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono, Selasa, menggugat balik Ketua Tim Ad hoc Kementerian Negara BUMN Lendo Novo dalam persidangan rekonvensi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena telah mengakibatkan kerugian moril dan materiil. "Dengan gugatan saudara Lendo Novo sebelumnya maka klien kami mengeluarkan waktu dan biaya. Itu merupakan kerugian tersendiri," kata Ketua Tim Advokasi BUMN Habiburokhman, SH setelah persidangan. Dalam persidangan rekonvensi itu, Tim Advokasi BUMN melayangkan gugatan balik kepada Lendo Novo Senilai Rp20 miliar sebagai kompensasi atas kerugian yang dialami. Selain itu, biaya advoksi senilai Rp30 juta yang telah ditanggung Arief juga dibebankan kepada Lendo. Menurut Habiburokhman, keberatan atas pernyataan seseorang dalam suatu media massa seharusya bisa diutarakan dengan mekanisme klarifikasi, bukan gugatan di pengadilan. Dengan begitu, penyelesaian masalah dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak berlarut-larut. Dia mengatakan, keputusan gugatan balik senilai Rp20 miliar itu diambil setelah upaya mediasi dengan Lendo Novo beserta kuasa hukumnya tidak mencapai titik temu. Dalam tingkatan mediasi itu, katanya, Lendo beserta kuasa hukumnya tidak bersedia menerima pejelasan duduk perkara yang dipaparkan Tim Advokasi BUMN dan berniat meneruskan gugatan mereka. Dalam penjelasan itu, Habiburokhman mengatakan pernyataan Arief di media massa tidak dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik Lendo sebagai individu maupun Kementerian Negara BUMN. Hal itu, katanya, adalah kritik yang biasa dilakukan seorang ketua Federasi Serikat Pekarja BUMN dengan maksud memperbaiki kinerja BUMN secara keseluruhan. Kasus yang melibatkan Lendo Novo dan Arief Poyuono itu dimulai setelah pernyataan Arief dimuat dalam harian Investor. Dalam pernyataannya, Arief mengkritisi bahwa kinerja Lendo dalam meginvestigasi indikasi korupsi dalam tubuh BUMN telah manyalahi aturan. Akibat pernyataan itu, Lendo melayangkan gugatan senilai Rp20 miliar karena merasa dirugikan, baik secara pribadi maupun institusional.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006