Ketimpangan itu bisa terjadi di mana-mana, termasuk di Amerika Serikat, yang Gini Coefficient (koefisien untuk mengukur tingkat ketimpangan) sangat tinggi. Di Indonesia, ini juga menjadi isu besar,"
Bali (ANTARA News) - Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan masalah ketimpangan masih menjadi isu besar di Indonesia, kendati dalam satu dekade pertumbuhan ekonomi relatif tinggi.
"Ketimpangan itu bisa terjadi di mana-mana, termasuk di Amerika Serikat, yang Gini Coefficient (koefisien untuk mengukur tingkat ketimpangan) sangat tinggi. Di Indonesia, ini juga menjadi isu besar," ujar Bambang saat menjadi pembicara kunci dalam seminar internasional di Bali, Jumat.
Bambang menuturkan, risiko pertumbuhan yang non-inklusif (tidak merata) disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
Reformasi yang sedang berlangsung dalam pengelolaan fiskal dan anggaran telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil selama dua dekade terakhir.
Strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environement telah membantu dalam hal penurunan angka kemiskinan. Namun demikian, lanjut Bambang, hal tersebut belum diikuti oleh peningkatan kesetaraan.
"Pertumbuhan yang tidak merata telah mengakibatkan adanya populasi yang didominasi oleh masyarakat miskin dan rentan," ujar Bambang.
Meskipun terdapat penurunan angka kemiskinan dari 23,4 persen pada 1999 menjadi 11,4 persen pada Maret 2014, ketimpangan sosial telah meningkat dengan tajam sejak pemulihan dari krisis keuangan Asia. Gini Index meningkat dari 0.30 pada 2000 menjadi 0,41 pada 2013.
Sebagian besar peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi riil yang lebih cepat dari golongan terkaya 20 persen dibandingkan dengan penduduk lainnya. Telah terjadi pertumbuhan yang tidak seimbang dari pendapatan rumah tangga di Indonesia.
Pertumbuhan pendapatan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah jauh lebih rendah dari rata-rata. Kelompok berpenghasilan tinggi, di sisi lain, telah mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata nasional.
"Parlemen mungkin akan meminta pemerintahan mendatang memiliki target Gini Coefficient, tapi saya fikir itu nyari mustahil karena Gini Coefficient itu adalah hasil dari tidak hanya apa yang pemerintah sudah lakukak, namun juga hasil dari berbagai aktivitas banyak sektor," kata Bambang.
(C005/S004)
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014