Semarang (ANTARA News) - Penurunan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang akan dilakukan Bank Indonesia dalam waktu dekat ini harus diimbangi dengan perbaikan iklim perekonomian, sehingga bisa membangkitkan sektor riil. Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro Semarang Nugroho SBM di Semarang, Selasa, mengatakan, penurunan SBI tidak akan mampu membangkitkan sektor riil bila pelaku usaha masih saja menghadapi masalah klasik, seperti masalah perizinan yang berbelit, masalah perburuhan, kurangnya infrastuktur, dam masih lemahnya daya beli masyarakat. "Logikanya, kalau SBI diturunkan, maka perbankan juga akan menurunkan suku bunga pinjaman, sebab selama ini SBI memang menjadi patokan penetapan suku bunga bank. Tapi kalau suku bunga kredit murah tidak diimbangi dengan upaya perbaikan lainnya, sektor riil tetap sulit bergerak," katanya. BI menurut rencana akan menurunkan kembali SBI sekitar 50 basis poin dari 10,75 persen pada saat ini. Penurunan SBI diyakini akan diikuti oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga pinjaman. Nugroho mengemukakan, penurunan SBI yang menjadikan bunga kredit lebih murah, semestinya bisa merangsang pelaku usaha untuk berekspansi atau membuka investasi baru, yang dananya antara lain diperoleh dari bank. Namun, katanya, penurunan suku bunga kredit tersebut tidak akan mendorong pelaku usaha lebih agresif membuka lahan bisnis baru bila masih ada kendala lain, termasuk masih lemahnya daya beli masyarakat. Kendati demikian, Nugroho menyatakan, langkah BI menurunkan kembali SBI tersebut memberi sinyal positif kepada investor bahwa kondisi ekonomi makro Indonesia terus membaik dalam dua tahun terakhir ini. Pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan di atas lima persen, inflasi di bawah delapan persen, dan secara umum stabilitas sosial politik terus membaik. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi saat ini lebih banyak dinikmati kalangan menengah atas, dengan meningkatnya daya beli kelompok ini selama masa perbaikan ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Tugas berat yang diemban kabinet sekarang yaitu menggairahkan kembali sektor riil, dengan memperbaiki infrastruktur investasi. Bila sektor riil bangkit, lapangan kerja semakin terbuka dan kesejahteraan masyarakat membaik," katanya. Ia menyatakan, pasar ekspor memang masih terbuka meskipun dalam satu dekade terakhir persaingannya semakin keras, karena Cina melakukan penetrasi pasar global secara ekspansif dengan mengandalkan trik dagang harga murah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006