Iklan antirokok tidak membuat masyarakat takut untuk merokok. Contohnya iklan yang dibuat Kemenkes itu (tentang pengakuan korban kanker faring) sebagai sesuatu anomali tidak merubah perilaku,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan terdapat keanehan perilaku masyarakat terkait iklan antirokok yang justru dianggap seperti angin lalu oleh masyarakat.
"Iklan antirokok tidak membuat masyarakat takut untuk merokok. Contohnya iklan yang dibuat Kemenkes itu (tentang pengakuan korban kanker faring) sebagai sesuatu anomali tidak merubah perilaku," kata Amirsyah di Jakarta, Kamis.
Padahal, kata dia, sudah jelas diutarakan dalam berbagai iklan bahwa rokok mengancam kesehatan.
"Ada kata-kata "merokok membunuhmu" dengan pesan yang jelas. Tapi mengapa perokok tidak kunjung punya kesadaran kolektif. Tidak melek membaca atau karena dipengaruhi oleh ketergantungan racun dalam tembakau itu," kata dia.
Amirsyah mengatakan pesan "Merokok Membunuhmu" juga mengalami keanehan. Pesan itu tertera di semua media yang digunakan untuk pemasaran maupun penjualan produk rokok.
"Sebuah peringatan yang juga merupakan pengakuan terang-terangan dari industri rokok bahwa produk yang mereka hasilkan membunuh para konsumen, yang notabene adalah penduduk Indonesia. Lebih tepatnya, 60 juta perokok di Indonesia, dengan bonus tambahan 3,9 juta anak Indonesia usia 10-14 yang direkrut menjadi perokok setiap tahun," kata dia.
Maka dari itu, lanjut dia, perlu upaya kampanye antirokok yang lebih gencar lagi tidak hanya lewat iklan saja. Amirsyah mengatakan MUI beserta kelompok kerja dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau akan terus mendorong diaksesinya Konvensi Kerangka Kerja dalam Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC).
FCTC sendiri telah dirintis Indonesia dengan beberapa negara tapi belum juga ditandatangani oleh pemerintah.
"Belum segeranya pemerintah mengaksesi FCTC ini jangan sampai menyebabkan rakyat semakin merugi secara kesehatan dan kualitas hidup. Kami punya sikap untuk terus mendorong agar pemerintah mengaksesi FCTC. Kalau pemerintah tidak peduli maka masyarakat akan terus jadi korbannya," kata dia.
Menurut dia, pemerintah terkesan melindungi industri rokok dibandingkan melindungi rakyatnya.
"Jangan terkesan tidak segera diaksesinya FCTC ini membuat pemerintah terlihat lebih melindungi pengusaha tembakau. Ada indikasi kuat untuk pemerintah yang saling tarik ulur, Kemkes sudah mengajukan aksesi FCTC tapi sampai sekarang juga belum diaksesi pemerintah," katanya.
(A061/S025)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014