Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tri Haryono di Yogyakarta, Kamis, mengatakan maraknya penjualan lahan pertanian, antara lain seiring banyaknya para spekulan yang bermain untuk meninggikan harga tanah di berbagai wilayah pertanian di DIY.
"Kami khawatir lahan pertanian beralih menjadi projek properti," kata dia.
Hingga saat ini, kata dia, penjualan lahan pertanian yang mendorong alih fungsi lahan menjadi lahan perumahan, perhotelan, atau lahan usaha lainnya di DIY mencapai 200--300 hektare per tahun.
Dari sejumlah daerah di provinsi itu, penyusutan lahan paling tinggi, kata dia, adalah Kabupaten Sleman.
Menanggulangi hal itu, menurut dia, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) perlu merumuskan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
Dengan demikian, lanjut dia, para petani tidak serta-merta menjual lahannya karena terdesak persoalan ekonomi.
"Masalahnya, sampai saat ini mulai banyak petani yang berpikir bahwa daripada lahan kurang produktif, lebih baik dijual saja," kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko mengatakan bahwa pihaknya bersedia memberikan insentif bagi para petani atau pemilik lahan pertanian yang bersedia tidak menjual lahannya dengan harapan tren alih fungsi lahan dapat dikurangi setiap tahunnya.
"Pemerintah tentu tidak diam saja, kami juga akan memberikan insentif begi pemilik lahan termasuk membiayai sertifikasi lahannya," kata Sasongko.
Menurut dia, pihaknya sebelumnya telah berupaya mendorong masing-masing pemerintah kabupaten di daerah setempat untuk menindaklanjuti Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan membuat perda yang mengatur perlindungan lahan pertanian.
Ia menyebutkan luas lahan pertanian di Provinsi DIY hingga sekarang tercatat 35.911 hektare yang terdiri atas 12.377,59 hektare di Kabupaten Sleman, seluas 5.029 hektare di Kulon Progo, seluas 13.000 hektare di Bantul, dan seluas 5.500 hektare di Gunung Kidul.
Untuk mendukung UU tersebut, dia menegaskan bahwa Pemprov DIY membuat Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).
Meski demikian, lanjut dia, regulasi tersebut tidak efektif tanpa diikuti inisiatif pemerintah kabupaten dengan memetakan wilayah lahan mana saja yang dikonservasi.
"Seharusnya segera menetapkan titik mana saja yang dilarang (dialihfungsikan)," kata dia.
(KR-LQH/D007)
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014