Jakarta (ANTARA News) - Keberadaan kapal perang AS jenis High Speed Vessel yang merapat di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara sejak 3 Nopember lalu, menjadi sorotan kalangan anggota parlemen Indonesia. Andreas H Pareira, anggota Komisi I DPR RI, juga mempertanyakan apakah ada ijin dari pemerintah AS untuk melabuhkan kapalnya di Indonesia, jika tidak kenapa Indonesia membiarkannya. "Perlu protes keras, melalui Departemen Luar Negeri, karena ini sudah menyangkut pelanggaran atas kedaulatan negara," tegas Andreas Pareira di Jakarta, Selasa. Dua rekan Andreas yang juga anggota Komisi I yakni Yuddy Chrisnandi (Fraksi Partai Golkar) dan Dedy Djamaluddin Malik (Fraksi PAN) berpendapat sama mengenai perlunya tindakan keras jika AS melakukan pelanggaran prosedur dalam penempatan peralatan militernya di Indonesia itu. "Bila melanggar ketentuan teritorial nasional, perlu ada tindakan diplomatif dengan mengirimkan nota protes melalui Dubes AS di Indonesia," tandas Yuddy Chrisnandi. Sedangkan Dedy Djamaluddin Malik menyatakan, bila benar kehadiran kapal perang negara adidaya itu tanpa seijin Indonesia, berarti AS telah melanggar kedaulatan Republik Indonesia. Bush Ketiga wakil rakyat itu berspekulasi bahwa kehadiran kapal perang canggih buatan Incat, Australia, berbobot 1.668 ton, dengan mesin Caterpillar 3.618 marine diesel dan dipimpin oleh Officer Mayor Charles Rocks itu terkait dengan rencana kunjungan Presiden AS, George W Bush, ke Indonesia. "Namun, mengapa kapal perang itu merapat di pelabuhan Bitung, di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), mungkin ada keterkaitan juga dengan situasi keamanan di sekitarnya, khususnya Poso," kata Andreas Pareira. Menurut Dedy Djamaluddin Malik, merupakan hak AS untuk mengamankan atau melindungi presidennya, tetapi hal itu harus dikoordinasikan dulu dengan pihak keamanan di Indonesia.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006