"Proses penjamasan keris yang dikenal dengan nama keris Kiai Cinthaka selama ini memang terbuka untuk umum karena selama ini yang hadir juga bukan karena diundang," ujarnya, di Kudus, Kamis.
Prosesi tersebut belum memungkinkan dijadikan objek wisata karena selama ini pengurus yayasan juga tidak pernah menyampaikan surat undangan kepada masyarakat untuk menghadiri acara tersebut.
Ia mempersilakan masyarakat yang ingin menyaksikan proses penjamasan keris Sunan Kudus tersebut.
Kegiatan ritual tersebut, katanya, tahun ini dilakukan pada Kamis (9/10) setelah hari Tasrikh, yang dipusatkan di bangunan Tajug depan pintu masuk kompleks makam Sunan Kudus.
Ritual penjamasan yang dimulai sekitar pukul 07.00 WIB diawali dengan ritual keagamaan dan doa bersama yang dipimpin ulama sepuh yang bernama Kiai Choiruzzyad TA.
Selanjutnya, keris disiram "banyu landa" (bahasa jawa) atau air rendaman merang ketan hitam hingga tiga kali.
Kemudian, keris dibersihkan menggunakan air jeruk nipis dan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di atas sekam ketan hitam oleh ahli penjamasan, yakni Haji Fakihudin.
Usai pengeringan, keris kembali dimasukkan ke dalam air rendaman merang ketan hitam, kemudian dijemur hingga kering.
Selanjutnya, keris dikembalikan ke tempat semula yakni berada di atap bangunan tajuk yang disediakan tempat khusus untuk penyimpanannya dengan diiringi bacaan selawat.
Penjamasan berikutnya, yakni dua mata tombak peninggalan Sunan Kudus.
Air jeruk nipis dipercaya dapat mencegah karat pada benda pusaka yang berumur ratusan tahun itu.
Sementara dua tombak, dikembalikan di tempatnya semula di dekat mimbar imam masjid peninggalan Sunan Kudus untuk memimpin salat berjamaah.
Usai prosesi tersebut, dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas "jajan pasar" dan nasi opor ayam.
Hidangan nasi opor ayam sendiri baru berjalan sekitar belasan tahun yang lalu, guna menghormati salah satu menu kesukaan Sunan Kudus.
Pewarta: Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014