Washington (ANTARA News) - Para pembuat kebijakan Federal Reserve AS memperdebatkan perubahan sinyal mereka tentang waktu kenaikan suku bunga, dan khawatir tentang dolar yang kuat, risalah pertemuan terakhir mereka menunjukkan Rabu.
"Kekhawatiran meningkat bahwa referensi waktu yang cukup dalam petunjuk yang disampaikan saat ini bisa disalahpahami sebagai komitmen bukan sebagai tergantung pada data," risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) September mengatakan, lapor AFP.
Namun, peserta mencatat bahwa formulasi prospek FOMC saat ini "jelas menunjukkan" bahwa keputusan kebijakan komite tergantung pada penilaian kemajuan berkelanjutan dan diharapkan kemajuan menuju dua mandat bank sentral, yaitu lapangan pekerjaan maksimum dan inflasi 2,0 persen.
FOMC mempertahankan bahasa dalam pernyataan pasca-pertemuannya dan Ketua Fed Janet Yellen, dalam sebuah konferensi pers, menekankan bahwa kenaikan suku bunga akan tergantung data, memperkuat komentar dia sebelumnya bahwa hal itu bisa terjadi "enam bulan" setelah Fed mengakhiri program pembelian aset, diperkirakan setelah pertemuan FOMC berikutnya pada akhir Oktober.
Beberapa peserta pertemuan melihat pentunjuk yang diberikan saat ini sesuai dalam hal pertimbangan manajemen risiko, "yang menunjukkan bahwa bank akan menjadi hati-hati untuk berbuat disamping sabar sambil menunggu bukti lebih lanjut dari kemajuan berkelanjutan menuju target Komite. "
Dalam pandangan para pejabat tersebut, dalam kondisi saat ini menaikkan suku bunga bisa menimbulkan guncangan penurunan lebih besar terhadap perekonomian, karena membuat pemulihan moderat, daripada meningkatkan pemulihan, risalah mengatakan, "karena itu akan mengurangi permasalahan menghapus akomodasi dengan cepat, jika hal itu menjadi penting, daripada menambahkan akomodasi."
Salah satu faktor untuk pandangan "dovish" adalah kekhawatiran tentang dolar yang lebih kuat di tengah pertumbuhan ekonomi yang tersendat di zona euro dan pertumbuhan lemah di Tiongkok dan Jepang. Greenback khususnya telah menguat terhadap euro, yen dan pound Inggris.
"Beberapa peserta menyatakan kekhawatiran bahwa pengurangan terus-menerus pertumbuhan ekonomi dan inflasi di kawasan euro dapat menyebabkan apresiasi dolar lebih lanjut dan memiliki efek buruk pada sektor eksternal AS."
"Beberapa" dari mereka menambahkan "bahwa pertumbuhan ekonomi lebih lambat di Tiongkok atau Jepang atau kejadian yang tak terduga di Timur Tengah atau Ukraina mungkin menimbulkan risiko yang sama."
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014