Pontianak (ANTARA News) - Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar) Brigjen (Pol) Arief Sulistianto menyatakan, pihaknya telah menetapkan Suwarni alias Pak Tole (35) pemilik dompeng terkait insiden yang menewaskan 18 penambang dan pendulang di Menterado, Kabupaten Bengkayang, Sabtu (4/10).
"Penetapan tersangka setelah pemeriksaan terhadap 22 saksi, di antaranya keluarga korban, karyawan, Distamben Kota Singkawang, dan Provinsi Kalbar, Bina Marga Kota Singkawang serta pemilik dompeng Tole," kata Arief Sulistianto di Pontianak, Rabu.
Arief menjelaskan, dalam waktu satu kali 24 jam, pihaknya akan mengeluarkan surat penahanan atas tersangka untuk menjalani proses hukum selanjutnya.
"Lokasi tempat korban tertimbun merupakan lokasi penempatan mesin dompeng sehingga menyebabkan longsor yang telah menimbulkan korban jiwa. Tersangka mengakui aktivitas ilegal itu sejak Januari dan memiliki satu unit mesin dompeng," kata Arief.
Dari sembilan pekerjanya, lima orang menjadi korban longsor tersebut, 13 orang warga kerabat saudara tersangka, satu orang warga Landak.
Ke-18 orang korban tewas tersebut, yakni Okta, kemudian Riski, Ono dari Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Pontianak, Ayub dari Kabupaten Sekdau, Pepen, Markus dari Kecamatan Capkala, Ipeng, Rio, Mak inah, Muri, Utuk, Azis, Joni, Dedeng, Agus, anak Joni, Imus, dan Long dari Kecamatan Goa Boma, Kabupaten Bengkayang.
Tersangka dapat diancam UU 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) pasal 158 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun, dan atau denda maksimal Rp10 miliar, dan UU No. 32/2009 Lingkungan Hidup pasal 98 dan 99 dengan ancaman 10 tahun penjara, dan denda Rp10 miliar, serta pasal 359 KUHP dengan ancaman lima tahun penjara.
"Ancaman hukumannya komulatif, karena apa yang dilakukan tersangka, selain pertambangan ilegal, menyebabkan kerusakan lingkungan, serta menimbulkan korban jiwa," ujarnya.
Arief menjelaskan, pihaknya kini sudah mengamankan tiga set mesin dompeng yang digunakan untuk menyedot air dan menyemprot pasir yang akan didulang.
"Kami hingga saat ini terus mengumpulkan alat bukti untuk mengungkap siapa pemodal besar Peti di wilayah tersebut. Bahkan kejadian ini menjadi momentum untuk melakukan pemberantasan Peti di seluruh Kalbar," ujarnya.
Arief menambahkan sasaran Polda Kalbar saat ini bukan masyarakat yang bekerja di lokasi, tetapi aktor intelektualnya.
"Sebenarnya Mereka (masyarakat) mendulang hanya untuk peruntungan, karena belum tentu dalam sehari mereka mendapatkan hasilnya. Masyarakat setempat bertanam karet, namun karena harga karet anjlok hingga Rp6 ribu /kilogram, masyarakat akhirnya mencari tambahan lain untuk mencukupi penghidupan mereka," ungkap Arief.
***1***
��������
(U.A057/B/S023/S023) 08-10-2014 21:09:13
Pewarta: Andilala
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014