Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Ode Ida, menyayangkan terjadinya tekanan yang begitu kuat untuk menolak pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) dan penolakan itu mencerminkan kurangnya dukungan terhadap proses reformasi, disamping adanya trauma terhadap terbitnya Dekrit tentang pembubaran DPR/MPR dan Golkar tahun 2001. "Disayangkan juga bahwa Presiden tampak takut digertak. Digertak sedikit oleh parpol, sudah kendur," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Dia mendesak Presiden agar melanjutkan keberadaan UKP3R dan Presiden jangan ragu dan takut digertak kekuatan politik lain. Kalau apa yang dijalankan Presiden semata-mata untuk kepentingan rakyat, maka Presiden jangan ragu karena rakyat pasti mendukung, katanya. "UKP3R sebaiknya jalan terus. Jangan ragu," katanya yang menambahkan, UKP3R tidak merugikan rakyat, justru sebaliknya, menguntungkan rakyat dan sudah menjadi kewajiban bagi Presiden untuk memperhatikan kepentingan rakyat karena Presiden dipilih oleh rakyat. Kehadiran UKP3R sebaiknya dilihat secara jernih dan jangka panjang. "Kita semestinya mengedepankan manfaatnya untuk mewujudkan agenda reformasi birokrasi di pemerintahan dan di daerah yang selama ini cenderung menghambat pelayanan," katanya. Namun dia mengharapkan agar fungsi dan kewenangan UKP3R diperjelas dan dipertegas, menjadikan UKP3R sebagai 'permanent presidential delivery unit (PDU)', sehingga bisa menjadi model bagi pada Presiden yang akan datang. Dia juga mengimbau politisi jangan terkesan terlalu bernafsu yang membuka ruang untuk dipelintir dan bisa merugikan, termasuk bisa merugikan posisi Wapres Jusuf Kalla. Dia mengakui Golkar tidak "nyaman" dengan UKP3R, karena ada sosok Marsilam Simanjuntak, bahkan Marsilam menjadi Ketua UKP3R. "Kita tahu Marsilam cacat di mata Golkar, padahal dalam kaitan ini jangan melihat person," katanya. Ketakutan Golkar terhadap UKP3R dimana Marsilam menjadi ketua lembaga ini karena Marsilam dianggap konseptor Dektrit tahun 2001 yang isinya membubarkan DPR/MPR dan Golkar. "Padahal konseptor dekrit itu bukan Marsilam, tetapi Thamrin Amal Tomagola, Alexander Irwan dan Chairul Anam," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006