Jakarta (ANTARA News) - Juru bicara Mabes Polri menegaskan, tim pemburu yang bertugas untuk mengejar dan menangkap 29 tersangka yang diduga terlibat sejumlah kasus kekerasan di Poso sudah siap, dan akan bergerak begitu batas waktu yang diberikan kepada pelaku kekerasan tersebut berakhir.
"Begitu ultimatum berakhir, kami akan langsung bergerak. Pengejaran dilakukan demi hukum dan demi kepentingan warga sendiri," kata Brigjen Pol Anton Bachrul Alam di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan akan berakhirnya batas waktu yang diberikan kepada tersangka kasus Poso pada Selasa pekan ini (7/11).
Dalam hal ini, katanya, polisi selaku aparat penegak hukum, dalam proses hukum selanjutnya tidak akan melakukan bargaining, karena upaya persuasif telah dilakukan dan tidak mendapat respon yang baik, sehingga langkah hukum harus diambil.
Hal senada juga diungkapkan Kapolri Jenderal Pol Sutanto yang secara tegas memastikan proses hukum tidak mengenal "bargaining".
Hingga Senin malam, para tersangka kasus Poso belum ada yang menyerahkan diri dan bagi Polri sendiri proses negosiasi yang telah dilakukan selama ini dengan tokoh Muslim Poso belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Menyingung permintaan para tokoh Muslim agar tersangka yang tertangkap mendapat perlakuan yang manusiawi, Anton memastikan bahwa tindak kekerasan seperti dikhawatirkan tidak akan diterima para tersangka.
Sebelumnya, Pemimpin Pesantren Amanah, Tanah Runtuh, Poso, KH Adnan Arsal meminta presiden juga bersedia memberikan amnesti kepada semua pelaku kekerasan di Poso agar mata rantai dendam terputus.
Sementara itu, polisi mengemukakan, agar proses pengejaran dan penangkapan itu bisa terlihat secara fair oleh publik, aparat polisi mengeluarkan kebijakan untuk menyertakan wartawan dalam perburuannya.
"Para wartawan bisa lihat sendiri apa yang sedang kami lakukan dan bagaimana situasi yang kami hadapi," ujarnya.
Data intelijen, seperti keberadaan para tersangka dan ciri-cirinya, termasuk orang-orang yang dianggap mengenal tersangka sudah masuk ke aparat keamanan setempat.
Selasa pekan lalu, Polri mengumumkan 34 orang tersangka serangkaian kasus teror yang terjadi di Kabupaten Poso dan Kota Palu, sejak tahun 2001 hingga 2006.
Akan tetapi, sebanyak 15 orang telah ditangkap dan saat ini ditahan di Mabes Polri, sementara 29 orang lainnya masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Para tersangka itu, menurut polisi, terlibat dalam 13 kasus teror antara lain, pembunuhan I Wayan Sumaryasa, wartawan Poso Post (tahun 2001), peledakan bom yang menewaskan Pendeta Orange Tadjoja (2001), kasus mutilasi Kades Pinedapa (2003), peledakan bom di depan Pasar Sentral Poso yang menewaskan enam orang (2004).
Lainnya, kasus penembakan Jaksa Fery Silalahi dan Pendeta Susianti Tinulele di Palu (2004), perampokan uang milik Pemda Poso sebesar Rp489 juta (2004), peledakan bom di Pasar Tentena yang menewaskan 22 orang (2005), kasus mutilasi tiga siswa Poso (2005), serta sejumlah peledakan bom gereja di Palu dan Poso.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006