Manado, (ANTARA News) - Kuburan kuno ini diperkirakan sudah ada di Minahasa sebelum abad 18.
Jasad diletakkan dalam kubus yang ditutup atap berbentuk segitiga.
Penyebutan waruga dalam bahasa Tombulu (salah satu etnis terbesar di Minahasa) adalah "wale maruga" yang dapat diartikan sebagai rumah tempat tubuh yang hancur.
"Bahan dasar waruga itu adalah tanah domato yang bertekstur keras. Jenis yang sama juga dimanfatkan untuk tiang rumah papan orang Minahasa tempo dulu," kata Budayawan Minahasa, Arie Tulus, di Tomohon, Sulawesi Utara, Jumat.
Arie yang juga akademisi Universitas Negeri Manado menyebut, waruga yang dibuat di Kota Tomohon usianya lebih tua bila dibanding dengan waruga yang ada di tempat lainnya seperti di Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa atau di Kota Manado.
"Ini bisa dibuktikan dengan corak yang ditorehkan di bagian badan atau atap penutup waruga. Ada waruga bahkan yang tidak ada tulisan-tulisan. Coretan atau tulisan menggambarkan periode peradaban," katanya.
Motif waruga Tomohon berbentuk geometris (segitiga atau garis), binatang atau hewan (ular), tumbuhan dan manusia.
"Simbol segitiga dapat diterjemahkan dengan trinitas orang Minahasa tua yaitu Karema, Lumimuut dan Toar. Ketiganya disebut 'telu katare' atau tiga pertama atau baru dari Minahasa," jelas pria semampai ini.
"Waruga di Tomohon berisi satu orang dan ditempatkan dalam posisi duduk. Ada beberapa waruga yang sudah diberi nama yang menjelaskan siapa orang yang berada dalam kubur kuno tersebut," katanya.
Waruga yang telah memiliki nama seperti Opo Worang, Opo Lasut, Opo Kalalo, Opo Dien, Opo Pinontoan, Opo Rumondor atau Opo Mandagi.
Sematan kata opo dalam bahasa Tombulu disebut sebagai orang yang dituakan.
Di Tomohon, waruga masih dijumpai di antara Kelurahan Woloan, Kelurahan Kamasi, kompleks Polres Tomohon, serta Kelurahan Kinilow.
Ada juga yang tergeletak hampir tidak terawat di areal perkebunan atau ladang masyarakat.
Jumlahnya diperkirakan sekitar 100 unit.
Pewarta: Karel A Polakitan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014