Jakarta (ANTARA News) - Iklan bahaya merokok sebagai kampanye pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia akan resmi ditayangkan di beberapa stasiun televisi pada 10 Oktober 2014.

"Kami sangat menghargai pemerintah Indonesia dalam upayanya menjalankan kampanye anti tembakau di media massa nasional. Iklan ini bagian dari usaha pengendalian rokok setelah beberapa dekade informasi mengenai bahaya rokok mendapat intervensi dari industri tembakau," kata Kepala Eksekutif World Lung Foundation Peter Baldini di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan masyarakat Indonesia dapat mengetahui bahaya merokok dari iklan itu karena pada 2012 lebih dari 190.000 000 jiwa melayang karena mengidap penyakit yang berhubungan dengan konsumsi rokok.

Iklan imbauan ini akan ditayangkan selama empat minggu di SCTV, TRANS TV, Trans7, dan Global TV, serta YouTube.

Iklan ini menggambarkan seorang korban yang menderita kanker tenggorokan menceritakan penyakit yang dideritanya karena merokok. Penampakan lubang di tenggorokan korban akan menimbulkan efek ngeri pada baik perokok dan non perokok.

Iklan ini sebelumnya telah diuji dengan sampel penonton berusia 15 - 40 tahun dan diharapkan menjadi langkah pencegahan untuk non perokok termasuk remaja, dan juga untuk perokok agar berhenti merokok.

Hasil penelitian tentang penggunanan tembakau di Indonesia yang diadakan Badan Pusat Statistik (BPS) dan beberapa lembaga menyebutkan 67 persen laki-laki dewasa dan 2,7 persen perempuan dewasa adalah perokok.

Fakta juga mengungkap lebih dari 85 persen orang dewasa terpapar asap rokok di restoran, 50 persen terpapar asap rokok di tempat kerja, dan lebih dari 78 persen terpapar asap rokok dalam rumah.

Saat ini konsumsi tembakau menjadi penyebab utama kematian di dunia, namun juga menjadi kematian yang dapat dicegah, salah satunya dengan peringatan grafis.

Peringatan grafis berupa iklan seperti yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah salah satu cara yang efektif untuk menghentikan dan mengurangi konsumsi rokok.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014